Selasa, 20 September 2011

etika profesi tik

KATA PENGANTAR


Bismillahirrohmanirohim
Pertama – tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat kesehatan dan karunia pula saya dapat menyelesaikan makalah Pengertian Profesi dengan baik tanpa hambatan masalah.
Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas akhir semester Mata Kuliah Prifesi TIK pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Baturaja, tidak lupa saya ucapkan terimakasih pada dosen pembimbing saya Bapak Yamanto Isa S.Ag, M.Pd yang telah memberikan pelajaran kepada saya dan kepada kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan dan do’a agar tugas ini dapat terselesaikan dengan baik. Tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada teman – teman yang telah memberikan dukungan kepada saya.
Saya menyadari mungkin makalah ini banyak kekurangan jauh dari sempurna sehingga saya berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran dan saya berharap makalah ini dapat berguna bagi kita semua.


Baturaja, Juli 2008

Fitri Madona







DAFTAR ISI


Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 4
PEMBAHASAN
1. Pengertian Profesi 5
2. Profesi dan Profesional 6
3. Ciri dan Syarat Profesi 7
3.1.Ciri profesi 7
3.2.Syarat – syarat suatu profesi 10
4 Tanggung Jawab Profesi 10
5. Profesi Dibidang Teknologi Informasi 10
5.1.Gambaran umum pekerjaan dibidang teknologi informasi 10
5.2.Profesi dibidang TI sebagai profesi 11
6. Meningkatkan Profesionalisme Dibidang Teknologi Informasi 12
6.1.Peningkatan profesionalisme 12
PENUTUP
A. Kesimpulan 13
B. Saran 14
Daftar Pustaka 15




PENDAHULUAN




A. Latar Belakang
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai.
Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan sistematis yang mendasari praktik pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktik.
Didalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan keterampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya, serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
Defenisi diatas secara tersirat mensyaratkan pengetahuan formal menunjukkan adanya hubungan antara profesi dengan dunia pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan lembaga yang mengembangkan dan meneruskan pengetahuan profesional.
Karena pandangan lain menganggap bahwa hingga sekarang tidak ada defenisi yang memuaskan tentang profesi yang diperoleh dari buku maka digunakan pendekatan lain dengan menggunakan ciri – ciri profesi.





B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dikaji dalam makalah ini adaalah:
1. Apa yang dimaksud dengan profesi ?
2. Bagaiaman sikap dalam profesi dan profesional ?
3. Apa yang menjadi ciri dan syarat dalam profesi ?
4. Bagaiamana tanggung jawab sebuah profesi ?
5. Bagaiamana profesi dubudang teknologi informasi ?
6. Bagaiamana meningkatkan profesionalisme dibidang teknologi informasi ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian profesi.
2. Mengetahui sikap profesi dan profesional.
3. Mengetahui apa yang menjadi ciri dan syarat dari profesi.
4. Mengetahui tanggung jawab sebuah profesi.
5. Mengetahui profesi dibidang teknologi informasi.
6. Mengetahui syarat dalam meningkatkan profesionalisme dibidang teknologi informasi.












PEMBAHASAN




1. Pengertian Profesi
Profesi merupakan bagian dari pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi adalah suatu bentuk pekerjaan yang mengharuskan pelakunya memiliki pengetahuan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan formal dan keterampilan tertentu yang didapat melalui pengalaman bekerja pada orang terlebih dahulu menguasai keterampilan tersebut, dan terus memperbaharui keterampilan sesuai dengan perkembangan teknologi.
Dari beberapa uraian mengenai profesi, dapat disimpulkan beberapa catatan tentang profesi sebagai berikut:
1. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang tidak didapatkan pada pekerjaan – pekerjaan pada umunya.
2. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang dilekukan sebagai sumber utama nafkah hidup dengan keterlibatan pribadi yang mendalam dalam menekuninya.
3. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuia dengan perkembangan teknologi.
Menyangkut defenisi profesi ada 2 pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan berdasarkan defenisi yang diberikan dalam buku dan buku rujukan.
2. Serta pendekatan berdasarkan ciri yang ada.


Defenisi profesi berdasarkan buku misalnya sebagai berikut: profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia.
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang – bidang pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas hingga mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya.

2. Profesi dan Profesional
Untuk menjadi seorang profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut untuk memiliki beberapa sikap sebagai berikut:
1. Komitmen tinggi, seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang sedang dilakukannya.
2. Tanggung jawab, seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya sendiri.
3. Berfikir sistematis,seorang yang profesional harus mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.
4. Penguasaan materi, seorang yang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi yang sedang dilakukannya.
5. Menjadi bagian masyarakat profesional, seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya.
Menurut De George, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan profesional, karena banyak orang yang profesional belum tentu masuk dalam pengertian profesi.
Berikut pengertian profesi menurut De George:
 Profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
 Profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktikkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang – senang atau untuk mengisi waktu luang.
Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa “Pekerjaan / Profesi” dan “Profesional” terdapat beberapa perbedaan:
a) Profesi
 Mengandalkan suatu keahlian atau keterampilan khusus
 Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu)
 Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup
 Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam
d) Profesional
 Orang yang tau akan keahlian dan keterampilannya
 Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya tersebut
 Hidup dari pekerjaan itu
 Bangga akan pekerjaanya
c) Profesionalisme
Biasanya dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh setiap eksekutif yang baik.

3. Ciri dan Syarat Profesi
3.1.Ciri profesi
Secara umum ada 3 ciri yang disetujui oleh banyak penulis sebagi ciri sebuah profesi.
Adapun ciri – ciri tersebut adalah:
a. Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi. Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang memperoleh gelar sarjana. Sebagai contoh mereka yang telah lulus sarjana baru mengikuti pendidikan profesi seperti dokter, dokter gigi, psikologi, apoteker, dan lain – lain.
b. Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan. Pelatihan tykang batu, pengrajin, meliputi keterampilan fisik. Pelatihan akuntan, dokter meliputi komponen intelektual dan keterampilan. Walaupun pada keterampilan dokter gigi mencakup keterampilan fisik tetap saja komponen intelektual yang didominan.
c. Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata lain profesi berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum dari pada kepentingan sendiri.
Disamping ketiga syarat itu, ada ciri profesi berikutnya. Ketiga ciri tambahan tersebut tidak berlaku bagi semua profesi. Adapun ketiga ciri tambahan tersebut ialah:
a. Adanya proses lisensi atau sertifikat. Ciri ini lazim pada banyak profesi namun tidak selalu perlu untuk status profesional. Dokter diwajibkan memiliki sertifikat praktek sebelum diizinkan berpraktek. Namun pemberian lisensi atau sertifikat tidak selalu menjadikan sebuah pekerjaan menjadi profesi. Untuk mengemudi motor atau mobil semuanya harus memiliki lisensi, dikenal dengan nama surat izin mengemudi (SIM) yang menjadikan pemiliknya seorang pengemudi profesional.
b. Adanya organisasi. Hampir semua profesi memiliki oraganisasi yang mengklaim mewakili anggotanya. Adakalanya organisasi tidak selalu terbuka bagi anggota sebuah profesi dan seringkali ada organisasi tandingan. Oraginisasi profesi bertujuan memajukan profesi serta meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
c. Otonomi dalam pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas penyediaan jasanya. Diberbagai profesi, seseorang harus memiliki sertifikat yang sah sebelum mulai bekerja.
Mencoba bekerja tanpa profesional atau menjadi profesional bagi diri sendiri dapat menyebabkan ketidak berhasilan. Bila pembaca mencoba menjadi seorang dokter untuk diri sendiri maka hal tersebut tidak sepenuhnya akan berhasil karena tidak dapat menggunakan dan mengakses obat – obatan dan teknologi yang paling berguna. Banyak obat yang hanya dapat diperoleh dari resep dokter.
Menurut artikel dalam International Encyclopedia of Education, ada 10 ciri khas sebuah profesi, yaitu:
1. Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas
2. Suatu teknik intelektual
3. Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis
4. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi
5. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan
6. Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri
7. Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya.
8. Pengakuan sebagai profesi
9. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi
10. Hubungan yang erat dengan profesi lain
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu:
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan ketermpilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun – tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi dibawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat..
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

Dengan melihat ciri – ciri umum profesi diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum profesional adalah orang – orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada diatas rata – rata.
3.2.Syarat – syarat suatu profesi
a. Melibatkan kegiatan intelektual
b. Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
c. Memerlukan persiapan profesional yang alam bukan sekedar latihan
d. Memerlukan adanya latihan dalam suatu jabatan yang berkesinambungan
e. Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen
f. Mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
g. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat
h. Menentukan baku standar sendiri, yaitu kode etik

4. Tanggung Jawab Profesi
Seiring perkembangan teknologi pula, para profesional dibidang komputer sudah melakukan spesialisasi bidang pengetahuan dan seringkali mempunyai posisi yang tinggi dan terhormat dikalangan masyarakat. Oleh karena alasan tersebut, mereka memiliki tanggung jawab yang tinggi, mencakup banyak hal dari konsekuensi profesi yang dijalaninya.

5. Profesi Dibidang Teknologi Informasi
5.1.Gambaran umum pekerjaan dibidang teknologi informasi
Dengan posisi tenaga kerja dibidang teknologi informasi (TI) yang sangat bervariasi, menyesuaikan segaala bisnis dan kebutuhan pasar, maka sangat sulit mencari standarisasi pekerjaan dibidang ini. Namun, setidaknya kita dapat mengklasifikasikan tenaga kerja dibidang teknologi informasi tersebut berdasarkan jenis dan kualifikasi pekerjaan yang ditanganinya.


5.2.Profesi dibidang TI sebagai profesi
Julius Hermawan (2003), mencatat 2 karakteristik yang dimiliki oleh Software Engineer sehingga pekerjaan itu layak disebut sebuah profesi. 2 karakteristik tersebut adalah kompetensi dan adanya tanggung jawab pribadi.
Kompetensi yang dimaksud yaitu suatu sifat yang selalu menuntut profesional Software Engineer untuk memperdalam dan memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya sesuai tuntutan profesi.
Kedua adalah tanggung jawab pribadi. Yaitu yang dimaksud ialah kesadaran untuk membebankan hasil pekerjaannya sebagai tanggung jawab pribadi.
Agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara baik dan benar, seorang Software Engineer perlu terus mengembangkan bidang ilmu dalam pengembangan perangkat lunak seperti misalnya:
1. Bidang ilmu metodologi pengembangan perangkat lunak
2. Manajemen sumber daya
3. Mengelola kelompok kerja
4. Komunikasi
Seorang Software Engineer idealnya merupaka seseorang yang memiliki pendidikan formal setingkat sarjana atau diploma dengan ilmu yang merupakan gabungan dari bidang – bidang seperti:
1. Ilmu komputer (Computer Science)
2. Teknik rekayasa (Engineering)
3. Teknik industri (Industrial Engineering)
4. Ilmu manajemen
5. Ilmu sosial (Socoial Science)




6. Meningkatkan Profesionalisme di Bidang Teknologi Informasi
6.1.Peningkatan profesionalisme
Teknologi informasi (TI) merupakan teknologi yang berkembang selalu dengan baik.
Secara revolusioner (seperti misalnya perkembangan dunia perangkat keras) maupun yang lebih bersifat evolusioner (seperti yang terjadi pada perkembangan perangkat lunak). Hal itu mengakibatkan bahwa pekerjaan dibidang teknologi informasi menjadi suatu pekerjaan dimana pelakunya harus terus menerus mengembangkan ilmu yang dimilikinya untuk mengikuti perkembangan teknologi informasi tersebut.



















PENUTUP



A. Kesimpulan
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang – bidang pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas hingga mencakup pula hingga bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris, dan sebagainya.
Belum ada kata sepakat mengenai pengertian profesi karena tidak ada standar pekerjaan / tugas yang bagaimanakah yang bisa dikatakan sebagai profesi. Profesi merupakan bagian dari pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan itu profesi.
Profesi adalah suatu bentuk pekerjaan yang mengharuskan pelakunya memiliki pengetahuan tertantu yang diperoleh melalui pendidikan formal dan keterampilan tertentu yang didapat melalui pengalaman bekerja pada orang yang terlebih dahulu menguasai keterampilan tersebut, dan terus memperbaharui keterampilannya sesuia dengan perkembangan teknologi.
Didalamnya pemakaian secara benar akan keterampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya, serta adanya disiplin etikanyang dikembangkan dan diterapkan oleh anggota kelompok yang menyandang profesi tersebut.







B. Saran
Untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah gunaan keahlian, maka sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional itu ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.
Tanpa etika profesi, apa yang dikenal semula dengan sebuah profesi yang tehormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang tidak diwarnai dengan nilai – nilai idealisme dan ujung – ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elit profesional ini.

















DAFTAR PUSATAKA



Library Association of Singapore. Code of Ethics.
http:/ /www.faife.dk/lascode.htm.
Soeriptyo, Yuni. Saran dan komentar untuk Kode Etik Pustakawan. 24 November 2000. i c s@egropus.com. 27 November 2008.
Pandit, Putu (a). Kode Etik. 20 November 2000. i c s@groups.com.
Pendit, Putu (b). Kode Etik (2). 21 November 2000. i c s@egroups.com.
Pendit, Putu. Sangsi moral (Re:saran dan komentar untuk Kode Etik).
http:/ / www.fife.uk/ethics/fifecode.

belajar pembelajaran

BAB I
KONSEP DASAR BELAJAR

A. Arti Penting Belajar
Belajar adalah key term,’istilah kunci’ yang paling vital dalam dalam setiap usaha pendidikan, sehingga dalam belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya pendidikan, misalnya psikologi pendidikan dan psikologi belajar. Karena demikian pentingnya arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan experiment psikologi belajarpun di arahkan pada tecapainya pemehaman yang lebih luas dan mendalam mengenai proses perubahan manusia itu.

1. Arti Penting Belajar Bagi Perkembangan Manusia
Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Disebabkan oleh kemampuan berubah karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh dari pada mahluk-mahluk lainnya, sehingga ia terbabas dari kemandengan fungsinya sebagai khalifah tuhan di muka bumi.
Banyak sekali-kalau bukan seluruhnya bentuk-bentuk perkembangan yang terdapat dalam diri manusia yagn tergantung dalam belajar antara lain misalnya perkembangan kecakapan berbicara. Namun kecakapan berbicara sang bayi itu takkan pernah terujud dengan baik tanpa upaya belajar wlaupun proses kematangan perkembangan organ-organ mulutnya telah selesai. Untuk lebih jelasnya, marilah kiuta ambil satu contoh lagi.
Seorang anak noramal pasti memiliki bakat untuk bisa berdiri tegak di atas kedua kakinya. Namun, apabila anak tersebut tidak hidup dilingkungan masyarakat manusia, misalnya kalau dia di buang ketengah hutan belantara dan tinggal bersama hewan, maka bakat berdiri yang ia miliki secara turun termurun dari orang tuanya itu, akan sulit terujudkan. Jika anak tersebut diasuh oleh sekelommpok serigala, tentu ia akan berjalan di atas kedua kaki dan tangannya. Dia akan merangkak seperti serigala pula. Jadi, bakat dan pembawaan dalam hal ini jelas tidak banyak berpengaruh apabila pengalaman belajar tidak turut mengembangkannya.


2. Arti Penting Belajar Bagi Kehidupan manusia

Belajar juga memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia ( bangsa ) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar. Akibat persaingan tersebut, kenyataan tragis bisa pula terjadi karena belajar.
Kenyataan teragis lainnya yang lebih parah juga terkadang juga muncul karena hasil belajar. Hasil belajar pengetahuan dan teknologi tinggi, misalnya, tak jarang di gunakan untuk membuat senjata pemusnah sesame umnat manusia. Alhasil, kinerja akademik ( academic performance ) yang merupakan hasil belajar itu di samping membawa manfaat, terkadang juga membawa madarat.
Ilmu dalam hal ini tentu saja tidak hanya berupa pengetahuan agama tepai juga merupakan pengetahuan yang relevan dengan tuntutan kemajuan. Selain itu, ilmu tersebut juga harus bermanfaat bagi kehidupan orang banyak di samping bagi kehidupan diri pemilik ilmu itu sendiri.
Untuk mencapai hasil belajar yang ideal seperti di atas, kemampuan para pendidik teristimewa guru dalam membimbing belajar murid-muridnya amat di tuntut. Jika guru dalam keadaan siap dan memiliki profiensi ( berkemampuan tinggi ) dalam menunaikan kewajibannya, harapan terciptanya sumberdaya manusia yang berkualitas sudah tentu akan tercapai.
B. Definisi Dan Contoh Belajar
Belajar adalah kegiatan yang terproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaran setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Oleh karenanya pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik.
1. Defenisi Belajar
Sebagian orang branggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk iformasi/materi pelajaran. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan ( verbal ) sebagian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang di ajarkan oleh guru.
Di samping itu, adapula sebagian orang memandang balajar sebagai latihan membaca dan menulis. Untuk menghindari ketidak lengkapan persepsi tersebut, berikut ini akan di sajikan beberapa definisi oleh para ahli:
Skiner bependapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi ( penyesuaian tingkah laku ) yang berlangsung secara progresif. Berdasarkan experimentnya, B.F. Skiner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia di beri penguat (reinforce).
Chaplin berpendapat dalam rumusan pertamanya bahwa. Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Dan rumusan keduanya bahwa belajar adalah proses pemprolehan respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus.
Hitzman berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi di dalam diri organism, manusia atau hewan, di sebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organism tersebut. Jadi dalam pandangan Hitzman, perubahan yang di timbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.
Reber dalam kamusnya membatasi belajar dengan dua defenisi. Pertama, belajar adalah The process of acquiring knowledge (prose memperoleh pengetahuan). Kedua, belajar adalah A relatively permanent cahage in respons potentiality which occurs as a result of reinforced practice ( suatu perubahan kemampuan bereksi yang relative langgeng sebagai hasil latihan yang di perkuat.
Timbulnya aneka ragam pendapat para ahli tersebut diatas adalah fenomena perselisihan yang wajar karena perbedaan titik pandang, selain itu, perbedaan antar satu situasi belajar dengan situasi belajar lainnya yang di amati oleh para ahli juga dapat menimbulkan perbedaan pandangan
Bertolak dari pandangan definisi yang di utarakan tadi, secara umum belajar dapat di pahami sebagai tahapam perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan pross kongnitif. Sehubungan dengan pengertian ini perlu di utarakan sekali lagi bahwa perubahan tingkah laku timbul akibat proses kematangan fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat di pandang sebagai proses belajar.
2. Contoh Belajar
Dalam mempermudah pemahaman anda mengenai bagai mana sebenarnya proses belajar itu berlangsung, berikut ini akan di kemukankan contoh sederhana sebagai gambaran.
Seorang anak balita (berusia di bawah Lima tahun) memperoleh mobil-mobilan dari ayahnya. Lalu ia mencoba mainan ini dengan cara memutar kuncinya dan meletakannya pada suatu permukaan atau dataran. Prilaku “memutar” dan “meletakan” tersebut merupakan respons atau reaksi atas rangsangan yang timbul/ada pada maina itu (misalnya, kunci pada roda mobil-mobilan tersebut)
Pada tahap permulaan, respons anak terhadap stimulus yang ada pada mainan tadi biasanya tidak tepat, atau setidak-tidaknya tidak teratur. Namun, berkat latihan dan pengalaman berulang-ulang, lambat laun ia menguasai dan akhirnya dapat memainkan mobil-mobilan dengan baik dan semprna. Sehubungan dengan contoh ini, belajar dapat kita pahami sebagai proses yang dengan proses itu sebuah tingkah laku yang di timbulkan atau diprbaiki melalui seretetan reaksi atau situasi atau rangsangan yang ada.
Alhasil, belajar pada hakikatnya merupakan proses kongnitif yang mendapat dukungan dari fungsi ranah psikomotor. Fungsi psikomotor dalam hal ini meliputi: mendengar, melihat, mengucapkan. Apapun jenis dan manifestasi belajar yang di lakukan siswa, hampir dapat di pastikan selalu melibatkan fungsi ranah akalnya yang itensitas penggunaannya tentu berbeda antara satu peristiwa belajar dengan pristiwa belajar lainnya.

C. Proses Dan Tahapan Belajar
1. Definisi proses belajar
Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang berarti “berjalan ke depan”. Kata inimempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Menurt Chaplin proses adalah suatu perubahan khususnya yang m,enyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan. Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan,sehingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988).

2. Tahap-tahap dalam proses belajar
a. Menurut Jerome S. Bruner
Karena belajar itu merupakan aktifitas yang berproses, sudah tentu didalamnya terjadi berubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan-perubahan itu timbul melalui tahap-tahap yang antara satu dengan lainnya bertalian secara berurutan dan fungsional. Menurut Bruner, salah seorang penentang teori S-R Bond yang terbilang vocal (Barlow, 1985), dalam proses belajar siswa menempuh tiga episode/tahap, yaitu :
1) Tahap informasi ( tahap penerimaan materi)
2) Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)
3) Tahap evaluasi ( tahap penilaian materi )
Dalam tahap informasi, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang di pelajari. Di antara informasi yang di peroleh itu ada yang sama sekali baru berdiri sendiri, ada pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan memperdalam pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki.
Dalam tahap transformasi, informasi yang telah di peroleh telah di analisis, diubah, atau di transformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat di manfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas.
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah diinformasikan tadi dapat di manfaatkan untuk memahami gejala atau memecahkan masalah yang di hadapi.

b. Menurut Arno F. Witting
Menurut Witting (1981) dalam bukunya psychology of Learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahap, yaitu :
1) Acquisition ( tahap perolehan/penerimaan informasi )
2) Strage (tahap penyimpanan infomasi )
3) Retrieval ( tahap mendapatkan kembali informasi )

Pada tingkatan acquisition, seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan melakukan respon terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru. Pada tahap ini terjadi pula animilasi antara pemahaman dan perilaku baru dalam keseluruhan prilakunya.

Pada tingkatan storage seorang siswa secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan prilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses acquisition. Peristiwa ini sudah tentu melibatkan fungsi short term dan long term memori.
Pada tingkatan retrival seorang siswa akan mengaktifkan kembali sistim-sistim memorinya, misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah. Proses retrival pada dasarnya adlah upaya atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan memproduksi kembali apa-apa yang tersimpan dalam meori berupa informasi, symbol, pemahaman, dan prilaku tertentu sebagai respon atau stimulus yang sedang di hadapi.

c. Menurut Albert Bandura
Menurut Bandura (1977), seorang behavorisme moderat penemu teori social learning/ observational learning, stiap proses belajar ( yang dalam hal ini terutama belajar social dengan menggunakan model ) terjadi dalam urutan tahapan peristiwa yang meliputi :
1) Tahap perhatia ( attentional phase )
2) Tahap penyimpanan dalam ingatan ( retention phase )
3) Tahap reproduksi ( reproduction phase )
4) Tahap motivasi ( motivation phase )

Tahap-tahap di atas berawal adanya peristiwa stimulus atau sajian prilaku model dan berakhir dengan penampilan ataukinerja (performance) tertentu sebagai hasil/perolehan belajar seorang siswa.

















BAB II
HAKIKAT CIRI DAN KOMPONEN BELAJAR MENGAJAR

Sebelum membahas masalah prinsip belajar dan pembelajaran sangatlah perlu dipahami terlebih dahulu konsep belajar. Apakah belajar itu ?. Menurut Gagne (1984) belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman. Galloway dalam Toeti Soekamto (1992: 27) mengatakan belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri-ciri sebagai berikut.
• belajar adalah perubahan tingkahlaku;
• perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan;
• perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama
Berbicara tentang belajar pada dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkahlaku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman (Snelbeker 1974 dalam Toeti 1992:10) Dari pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkahlaku sebelum kegiatan belajar mengajar dikelas seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa,agar proses belajar tersebut mengarah pada tercapainya tujuan dalam kurikulum maka guru harus merencanakan dengan seksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan tingkahlaku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Aktifitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang belajar dengan caramemanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinyaguru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai starategi pembelajaranyang ada, yang paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. Dalam pembelajaran proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan ( Arief Sukadi 1984:8) dan terkontrol. Tujuan -tujuan pembelajaran telah dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku. Peran guru disini adalah sebagai pengelola proses belajar mengajar tersebut
Dalam sistem pendidikan kita (UU. No. 2 Tahun 1989), seorang guru tidak saja dituntut sebagai pengajar yang bertugas menyampaikan materi pelajaran tertentu tetapi juga harus dapat berperan sebagai pendidik. Davies mengatakan untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seorang guru perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman berbagai prinsip-prinsip belajar, khususnyai prinsip berikut :
• Apapun yang dipelajari siswa , maka siswalah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu siswalah yang harus bertindak aktif;
• Setiap mahasiswa akan belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya;
• Seorang siswa akan belajar lebih baik apabila mempengoreh penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajarnya terjadi;
• Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan mahasiswa akan membuat proses belajar lebih berarti; dan
• Seorang siswa akan lebih meningkat lagi motivasinya untuk belajar apabula ia diberi tangungjawab serta kepercayaan penuh atas belajarnya (Davies 1971).
A. Hakekat belajar mengajar
Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang guru lakukan di dalam kelas Duffy dan Roehler (1989) mengatakan apa yang dilakukan guru agar proses belajar mengajar berjalan lancar, bermoral dan membuat siswa merasa nyaman merupakan bagian dari aktivitas mengajar, juga secara khusus mencoba dan berusaha untuk mengimplementasikan kurikulum dalam kelas. Sementara itu pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum. Jadi pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum. Dalam buku pedoman melaksanakan kurikulum SD,SLTP dan SMU (1994) istilah belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan sikap dan tingkah laku setelah terjadinya interaksi dengan sumber belajar. Sumber belajar tersebut dapat berupa buku, lingkungan, guru dll. Selama ini Gredler (1986) menegaskan bahwa proses perubahan sikap dan tingkahlaku itu pada dasarnya berlangsung pada suatu lingkungan buatan (eksperimental) dan sangat sedikit sekali bergantung pada situasi alami (kenyataan). Oleh karena itu lingjungan belajar yang mendukung dapat diciptakan, agar proses belajar ini dapat berlangsung optimal.
Dikatakan pula bahwa proses menciptakan lingkungan belajar sedemikian rupa disebut dengan pembelajaran. Belajar mungkin saja terjadi tanpa pembelajaran, namun pengaruh suatu pembelajaran dalam belajar hasilnya lebih sering menguntungkan dan biasanya mudah diamati. Mengajar diartikan dengan suatu keadaan untuk menciptakan situasi yang mampu merangsang siswa untuk belajar. Situasi ini tidak harus berupa transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa saja tetapi dapat dengan cara lain misalnya belajar melalui media pembelajaran yang sudah disiapkan. Gagne dan Briggs (1979:3) mengartikan instruction atau pembelajaran ini adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Sepintas pengertian mengajar hampir sama dengan pembelajaran namun pada dasarnya berbeda. Dalam pembelajaran kondisi atau situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar harus dirancang dan dipertimbangkan terlebih dahulu oleh perancang atau guru. Sementara itu dalam keseharian di sekolah-sekolah istilah pembelajaran atau proses pembelajaran sering dipahami sama dengan proses belajar mengajar dimana di dalamnya ada interaksi guru dan siswa dan antara sesama siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkahlaku siswa. Apa yang dipahami guru ini sesuai dengan pengertian yang diuraikan dalam buku pedoman kurikulum (1994:3).
Sistem pendidikan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sistem masyarakat yang memberinya masukan maupun menerima keluaran tersebut. Pembelajaran mengubah masukan yang berupa siswa yang belum terdidik menjadi siswa yang terdidik. Fungsi sistem pembelajaran ada tiga yaitu fungsi belajar, fungsi pembelajaran dan fungsi penilaian. Fungsi belajar dilakukan oleh komponen siswa, fungsi pembelajaran dan penilaian ( yang terbagi dalam pengelolaan belajar dan sumber-sumber belajar) dilakukan oleh sesuatu di luar diri siswa (Arief,S. 1984:10). Sebenarnya belajar dapat saja terjadi tanpa pembelajaran namun hasil belajar akan tampak jelas dari suatu pembelajaran. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan berlangsungnya proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar apabila dalam dirinya terjadi perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa dan sebagainya. Dalam pembelajaran hasil belajar dapat dilihat langsung, oleh karena itu agar kemampuan siswa dapat dikontrol dan berkembang semaksimal mungkin dalam proses belajar di kelas maka program pembelajaran tersebut harus dirancang terlebih dahulu oleh para guru dengan memperhatikan berbagai prinsip-prinsip pembelajaran yang telah diuji keunggulannya.
1. Pengertian Pembelajaran
Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari.
Sedangkan mengajar sendiri memiliki pengertian :
a. Upaya guru untuk “membangkitkan” yang berarti menyebabkan atau mendorong seseorang (siswa) belajar. (Rochman Nata Wijaya,1992)
b. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjdinya proses belajar. (Hasibuan J.J,1992)
c. Suatu usaha untuk membuat siswa belajar, yaitu usaha untuk terjadinya perubahan tingkah laku. (Gagne)
Dan Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. (KBBI)
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (Wikipedia.com)
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.
Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Gagne dan Briggs (1979:3)
Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20)
Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. (Purwadinata, 1967, hal 22). Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan Mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal.
Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.

B. Ciri-ciri Pembelajaran
Belajar merupakan tindakan dan perilaku yang siswa kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri, siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.
1. belajar menurut pandangan skinner
skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar, maka reponyamenjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responya menurun.

2. belajar menurut gagne
menurut gagne elajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang – orang mempunyai keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Menrut gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu : kondii eksternal, kondisi internal dan hasil belajar.

3. belajar menurut pandangan piaget
pieget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan.

4. belajar menurut rogers
rogers menyayangkan praktek pendidikan menitik beratkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar.

Menurut Edi Suardi
1. belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu
2. ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.
4. ditandai dengan aktivitas anak didik. Sebagai konsekuensi, bahwa anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
5. dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbimg.
6. dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin.
7. ada batas waktu, untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas ( kelompok anak didik ).
8. evaluasi, dari seluruh kegiatan diatas masalah evaluasi baguan pentung yang tidak bisa diabaikan, setelah guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar, evakuasi harus guru lakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pe\ngajaran yang telah ditentukan.
Menurut Eggen & Kauchak (1998) Menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu:
1. siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan,
2. guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran,
3. aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian,
4. guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi,
5. orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta
6. guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.
Adapun ciri-ciri pembelajaran yang menganut unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa sebagai berikut :
1) Motivasi belajar
Motivasi dapat dikatakan sebagai serangkaina usaha untuk menyediakan kondisi kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatau, dan bila ia tidak suka, maka ia akan berusaha mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi, motivasi dapat dirangsang dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang. Adalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjalin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dihendaki dapat dicapai oleh siswa (Sardiman, A.M. 1992)
b. Bahan belajar
Yakni segala informasi yang berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain bahan yang berupa informasi, maka perlu diusahakan isi pengajaran dapat merangsang daya cipta agar menumbuhkan dorongan pada diri siswa untuk memecahkannya sehingga kelas menjadi hidup.
c. Alat Bantu belajar
Semua alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi)) dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (siswa). Inforamsi yang disampaikan melalui media harus dapat diterima oleh siswa, dengan menggunakan salah satu ataupun gabungan beberaapa alat indera mereka. Sehingga, apabila pengajaran disampaikan dengan bantuan gambar-gambar, foto, grafik, dan sebagainya, dan siswa diberi kesempatan untuk melihat, memegang, meraba, atau mengerjakan sendiri maka memudahkan siswa untuk mengerti pengajaran tersebut.
d. Suasana belajar
Suasana yang dapat menimbulkan aktivitas atau gairah pada siswa adalah apabila terjadi :
1) Adanya komunikasi dua arah (antara guru-siswa maupun sebaliknya) yang intim dan hangat, sehingga hubungan guru-siswa yang secara hakiki setara dan dapat berbuat bersama.
2) Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar. Hal ini dapat terjadi apabila isi pelajaran yang disediakan berkesusaian dengan karakteristik siswa.
Kegairahan dan kegembiraan belajar jug adapat ditimbulkan dari media, selain isis pelajaran yang disesuaiakan dengan karakteristik siswa, juga didukung oleh factor intern siswa yang belajar yaitu sehat jasmani, ada minat, perhatian, motivasi, dan lain sebagainya.
e. Kondisi siswa yang belajar
Mengenai kondisi siswa, dapat dikemukakan di sini sebagai berikut :
1) Siswa memiliki sifat yang unik, artinya anatara anak yang satu dengan yang lainnya berbeda.
2) Kesamaan siwa, yaitu memiliki langkah-langkah perkenbangan, dan memiliki potensi yang perlu diaktualisasikan melalui pembelajaran.
Kondisi siswa sendiri sangat dipengaruhi oleh factor intern dan juga factor luar, yaitu segala sesuatu yang ada di luar diri siswa, termasuk situasi pembelajaran yang diciptakan guru. Oleh Karena itu kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada peranan dan partisipasi siswa, bukan peran guru yang dominant, tetapi lebih berperan sebagai fasilitaor, motivator, dan pembimbing.
C. komponen – komponen belajar mengajar
sebagai suatu sistem tentu saja kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen yang meliputi :
1. Siswa
Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2. Guru
Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
3. Tujuan
Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
4. Isi Pelajaran
Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
5. Metode
Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
6. Media
Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.
7. Evaluasi
Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya









BAB III
PRINSIP-PRINSIP BELAJAR DAN ASAS PEMBELAJARAN

A. Prinsp-prinsip Belajar
Pembelajaran. Sebenarnya, prinsip-prinsip yang dimaksud dapat kita jumpai dalam berbagai sumber kepustakaan psikologi. Namun untuk mudahnya, dalam pembahasan ini akan dikemukakan prinsip-prinsip belajar yang diintisarikan sebagai berikut :
1. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunnyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gagne dan Berliner, 1984: 335). Perhatian terhadap belajar akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.
Disamping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar, motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan motivasi seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudian pada mobil (Gagne dan Birliner, 1984:372)”Motivation is the concept we use when wedescribe the force action on or within an organism to initiate and direct behavior” . Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelejensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan.
Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalam kehidupan. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan motivasinya. Karenanya bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan minat siswa yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Motivasi dapat bersifat internal, artinnya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersipat eksternal yakni datang dari orang lain,dari guru,orang tua,teman dan sebagainya. Motivasi juga dibedakan atas motif intrinsic dan motif ekstrinsik. Motif intrinsic adalah tenaga pendorong yang sesuia dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi pennyartanya. Sebagai contoh seorang siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi di dorong oleh keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah.
2. Keaktipan
Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah mahluk yang aktif. Anak mempunnyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunnyai kemauan dan aspirasinnya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. John Dewey misalnya mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari anak itu sendiri sedangkan Guru sekedar pembimbing dan pengarahnya.
Menurut teori kognitif, belajar menunjukan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar penyampaian saja tanpa adanya transpormasi. (Gagne dan Berlner 1984: 267). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Thorndike mengemukakan keaktipan siswa dalam belajar dengan hukum “Law of exercise”-nya yang mennyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati dan kegiatan fisik yang tidak dapat diamati. Kegiatan fisik bias berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya.
3. keterlibatan langsung/Berpengalaman
Dimuka telah dibicarakan bahwa belajar haruslah dilakukan oleh siswa itu sendiri, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang belajar membuat tempe, yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan tempe tersebut (direct performance), bukan hannya melihat seorang membuat tempe (demonstrating), apabila hanya mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe (telling).
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh Jhon Dewey dengan “learning by doing”-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solping). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan siswa dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emusional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembemtukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
4. Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunnya pengulangan barangkali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Pisikologi Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, menghayal , merasakan, befikir dan sebagainya. Dengan melakukan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi asosiasi atau koneksionisme dengan tokohnya yang terkenal Thorndike. Berangkat dari salah satu hukumnya “law of exercisse’’, ia mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang respon benar. Separti kata pepatah “ latihan menjadikan sempurna”(Thorndike, 1931b:20 dari gredler, Margaret E Bell, terjemahan munandir, 1991;51). Psikologi conditioning yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari koneksionisme juga menekankan pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada koneksionisme, belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respon maka pada psikologi cionditioning respon akan timbul bukan karena stimulus saja, tetapi juga stimulus yang dikondisikan. Banyak tingkah laku manusia yang terjadi karena kondisi, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas karena mendengar bunyi lonceng, kendaraan berhenti ketika lampu lalu lintas berwarna merah. Menurut teori ini perilaku individu dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya mengkondisikan suatu perilaku atau respon terhadap sesuatu. Mengajar adalah bentuk kebiasaan, mengulang-ulang suatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak selalu dari stimulus yang sesungguhnya, tetapi juga bisa oleh stimulus peserta.
Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa, sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk membentuk respon yang benar dan membentuk kebiasaan-kebiasaan. Walaupun kita tidak bisa menerima bahwa belajar adalah pengulangan yang dikemukakan seperti yang ketiga teori tersebut, karena tidak dapat di pakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran.
5. Tantangan
Teori medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang dicapai, tetapi selalu mendapatkan hambatan yaitu mempelajari bahan pelajaran, maka timbullah motif untuk mangatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan pelajaran tersebut. Apabila hambatan itu telah teratasi, artinya tujuan belajar telah dicapai, maka ia akan masuk medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motof yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi siswa dalam belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Palajaran yang memberikan kesempatan pada siswa dalam menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan konsep-konsep,prinsip- prinsip,dan generalisasi tersebut.
Penguatan metode exsperimen, inkuiri, diskoper juga memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negative juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.

6. Balikan dan Penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh toeri belajar Oerant Conditioning dari B.F Skiners. Kalau pada teori Conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada Operan Conditioning yang diperkuat adalah responnya. Kunci dari teori belajar adalah law of effect-nya Thorndike. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan balikan yang menyanengkan dan berpengaruh baik pada proses belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar itu menurut B.F Skiners tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatna positif maupun negative dapat memperkuat belajar (Gagne dan Berliner, 1984: 272).
Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangannya. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar dengan lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negative. Disini siswa menghindar dari peristiwa yang tidak mennyenangkan, maka penguatan negative juga bisa disebut (escapa conditioning). Format yang berupa system tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatana. Balikan yang segera kembali pada siswa setelah belajar melalui penggunaan metode ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat.
7. Perbedaan Individual
Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, setiap siswa memiliki perbedaan yang satu dengan yang lain. Perbadaan itu terdapat pada karakteristik psikis, keperibadian, dan sikap-sikapnya.
Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. System pendidikan klasikal yang dilakukan disekolah kita kurang memperhatikan perbedaan permasalahan individu, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuanya.
Pembelajaran yang bersifat klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara. Antara lain penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang berpariasi sehingga perbedaan-perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani, juga penggunaan media intrukstusional akan membantu melayani perbedaan-perbedaan siswa dalam belajar. Usaha lain dalam memperbaiki usaha klasikal adalah dengan memberikan tambahan belajar atau pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai, dan memberikan bimbingan belajar bagi anak-anak yang kurang. Disamping itu dalam memberikan tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa sehingga bagi siswa yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil dalam belajar. Sebagai unsur primer dan sekunder dalam pembelajaran, maka dengan sendirinya siswa dan guru terimplikasi adanya prinsip-prinsip belajar.
Implikasi prinsip belajar bagi siswa dan guru tampak dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses belajar berlangsung. Namun demikian, perlu disadari implementasi prinsip belajar sebagai implikasi prinsip belajar bagi siswa dan guru, tidak semuanya terwujud dalam proses pembelajaran. Agar anda mendapat pejelasan tentang implikasi prinsip belajar bagi siswa dan guru uraian berikut ini dapat membantu anda dalam memperolehnya.

1. Implikasi Prinsip-Prinsip Belajar bagi Siswa
Siswa sebagai “primus motor” (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran, dengan alasan bagaimanapun tidak dapat mengabaikan begitu saja tanpa adanya prinsip-prinsip belajar. Justru para siswa akan berhasil dalam pembelajaran, jika mereka menyadari implikasi prinsip belajar terhadap diri mereka.
1. Perhatian dan motipasi
Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua ransangan yang mengarah pencapaian tujuan belajar adanya tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini. Menyebabkan siswa harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran sering kali dalam bentuk rangsangan suara, warna, bentuk, gerak, dan ransangan lain yang dapat di indrakan. Dengan demikian siswa diharapkan selalu melatih indrannya untuk memperhatikan ransangan yang muncul dalam proses pembelajaran. Peningkatan/pengembangan minat ini merupakan salah satu paktor yayng mempengaruhi motivasi (Gagne dan Berliner, 1984:373) contoh kegiatan atau perilaku siswa, baik fisik pisikis, seperti mendengarkan ceramah guru, membandingkan konsep sebelumnya psikomotorik yang dilakukan guru, atau kegiatan sejenis lainnya. Semua kegiatan atau prilaku tersebut harus dilakukan oleh siswa secara sadar sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi belajarnya.
Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadari-nya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan mengambangkan secara terus menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan motivasi belajar mereka secara terus - menerus, siswa dapat melakukan-nya dengan menentukan/mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai, menanggapi secara positif pujian-dorongan dari orang lain, menentukan target atau sasaran pennyelesaian tugas belajar, dan prilaku jenis lainnya. Dari contoh-contoh prilaku siswa untuk meningkatkan motivasi belajar, dapat di tandai bahwa prilaku-prilaku tersebut bersifat pisikis.

2. Keaktifan
Sebagai “primus motor” dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar siswa ditentukan untuk selalu aktif memproses dan mengelola perolehan belajar secara efektif, pembelajaran secara aktif secara fisik, intlektual, dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa berwujud prilaku-prilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat keliping, dan prilaku jenis lainnya. Implikasi prinsip ke aktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
3. Keterlibatan langsung/berpengalaman
Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1987:32) pernyataan ini, secara mutlak menentukan adanya keterlibatan langsung dari setiap siswa dalam kegiatan belajar pembelajaran. Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang diberikan kepada mereka. Dengan keterlibatan langsung ini, secara logis akan menyebabkan mereka memperoleh pengalaman atau berpengalaman. Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa misalnya adalah siswa ikut dalam pembuatan lapangan bola poli, siswa melakukan reaksi kimia, siswa berdiskusi untuk memuat laporan, siswa membaca puisi di depan kelas, dan prilaku jenis lainnya. Bentuk prilaku keterlibatan langsung siswa tidak secara mutlak menjamin terwujudnya prinsip keaktifan pada diri. Siswa namun demikian, prilaku keterlibatan secara langsung dalam kegiatan belajar pembelajaran dapat diharapkan mewujudkan keaktifan siswa.
4. pengulangan
Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti (Davies, 1987:32) dari pernyataan inilah pengulangan masih diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi adanya prinsip pengulangan bagi siswa adalah kesadaran siswa untuk bersedia mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk satu macam permasalahan. Dengan kesadaran ini, diharapkan siswa tidak merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk prilaku pembelajaran yang merupakan implikasi prinsip pengulangan, diantaranya menghapal unsur kimia setiap palensi, mengerjakan soal-soal latihan, menghapal nama-nama latin tumbuhan, atau menghapal tahun-tahun terjadinnya pristiwa sejarah.
5. Tantangan
Prinsip ini sesuai dengan pernyataan bahwa apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik (Davies, 1987: 32). Hal ini berarti siswa selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh, memperoses, dan mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adalah tantangan kesadaran pada diri siswa akan timbul kebutuhan untuk selalu memperoleh, memperoses, dan mengolah pesan. Selain itu, siswa juga harus memiliki ke ingin tahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-bentuk prilaku siswa yang merupakan implikiasi dari prinsip tantangan ini diantaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri, atau mencari mengetahui pemecahan suatu masalah.

2. Implikasi prinsip-prinsip bagi guru
Guru sebagai orang kedua dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari adanya prinsip-prinsip belajar. Guru sebagai penyelenggara dan pengelola kegiatan pembelejaran terimplikasi oleh adanya prinsip-prinsip belajar ini. Implikiasi prinsip-prinsip belajar bagi guru tertampak pada rencana pembalajaran maupun pelaksanaan kegiatan pembelajarnya. Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi guru terwujud dalam prilaku fisik dan pisikis mereka. Kesadaran adanya prinsip-prinsip belajar yang terwujud dalam perilaku guru dapat diharapkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran yang diselenggarakan.

1. Perhatian Dan Motivasi
Guru sejak merencanakan kegiatan pembelajaran sudah memikirkan perilakunya terhadap siswa sehingga dapat menarik perhatian dan menimbulkan motivasi siswa dan tidak berhenti pada rencana pembelajaran dalam pelaksanaan kegiatan pembelajarannya. Implikasi prinsip perhatian bagi guru tertampak pada prilaku-prilaku sebagai berikut:
1. Guru menggunakan metode secara berpariasi.
2. Guru menggunakan media sesuai dengan tujuan belajar dan materi yang diajarkan.
3. Guru menggunakan gaya bahasa dan tidak monoton.
4. Guru menggunakan pertanyaan-pertannyaan membimbing.
Prilaku yang merupakan implikasi prinsip perhatian dan motivasi bagi guru, dapat tertampak lebih dari satu prilaku dalam suatu kegiatan pembelajaran. Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi guru tertampak pada prilaku-prilaku yang diantaranya adalah:
1. Memilih bahan ajar sesuai minat siswa.
2. Menggunakan metode dan teknik mengajar yang disukai siswa.
3. Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin member tahukan hasilnya kepada siswa.
4. Memberikan pujian verbal atau non-verbal terhadap siswa yang memberikan respon terhadap pertannyaan nya yang diberikan.
5. Memberitahukan nilai guna dari pelajaran yang sedang dipelajari siswa.
2. Keaktipan
Para guru memberikan kesempatan belajar kepada para siswa, memberikan peluang dilaksanakannya implikasi prinsip keaktifan bagi guru secara optimal. Peran guru mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing siswa berarti mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih bersifat meng-individualais, yaitu menjamin bahwa setiap siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam kondisi yang ada (Sten, 1988: 224). Hal ini berarti pula bahwa kesempatan yang diberikan oleh guru akan menuntut siswa selalu aktif mencari,dan mengolah,perolehan belajarnya. Untuk dapat menimbulkan keaktifan belajar pada diri siswa, maka guru diantarannya dapat melaksanakan prilaku-prilaku berikut:
1. menggunakan multimetode dan multimedia.
2. memberikan tugas secara individual dan kelompok,
3. memberikan kesempatan pada melaksanakan eksperimen dalam kelompok kecil
4. memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat hal-hal yang kurang jelas
5. menghadapkan tannya jawab dan diskusi


3. Keterlibatan langsung/berpengalaman
Guru harus menyadari bahwa keaktifan membutuhkan keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan pembelajaran. Namun demikian, perlu di ingat bahwa keterlibatan langsung secara fisik tidak menjamin keaktifan belajar. Untuk dapat melibatkan siswa secara fisik, mental emosional, dan intelektual dalam kegiatan pembelajaran, maka guru hendaknya merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan karakteristik siswa dan karakteristik isi pelajaran. Perlu sebagai implikasi prinsip keterlibatan langsung / berpengalaman diantarannya adalah:
1. merancang kegiatan pembelajaran yang lebih bannyak pada pembelajaran individual dan kelompok kecil.
2. mementingkan eksperimen langsung oleh siswa dibandingkan dnegan demonstrasi.
3. memberikan tugas kepada siswa untuk memperaktekkan gerakkan psikomotorik yang dicontohkan.
4. melibatkan siswa mencari informasi atau pesan dari sumber informasi diri sumber informasi diluar kelas atau luar sekolah.
4. Pengulangan
Implikasi prinsip pengulangan bagi guru adalah mampu memilihkan antara kegiatan pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan dengan yang tidak membutuhkan pengulangan. Hal ini perlu dimiliki oleh guru karena tidak sesuai pesaan pembelajaran membutuhkan pengulangan . pengulangan terutama dibutuhkan oleh pesan-pesan pembelajaran yang harus dihapalkan secara cepat tanpa ada kesalahan sedikitpun. Selain itu, pengulangan juga diperlukan terhadap pesan-pesan pembelajaran yang membutuhkan latihan. Prilaku guru yang merupakan implikasi prinsip pengulangan diantarannya adalah:
1. merancang pelaksanaan pengulangan,
2. mengembangkan/merumuskan soal-soal latihan,
3. pengembangan petunjuk kegiatan pisikomotorik yang harus diulang,
4. mengembangkan alat evaluasi kegitatan pengulangan, dan
5. membuat kegiatan pengulangan yang berpariasi.

5. Tantangan
Implikasi prinsip tantangan bagi siswa tuntutan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memproleh, memproses, dan memgelolah pesan. Selain itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-bentuk prilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip tantangan ini di antaranya adalah melaksanakan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.
6. Balikan dan Pengulangan
Balikan dapat diberikan secara lisan maupun tertulis, baik secara individual, ataupun kelompok kelasikal. Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran harus dapat menentukan bentuk, agar balikan dan pengulangan bermakna bagi siswa, guru hendaknya memperhatikan karakteristik siswa, implikasi prinsip balikan dan penguatan bagi guru, berwujud perilaku-prilaku diantarnya adalah:
1. memberitahukan jawaban yang benar setiap kali mengajukan pertannyaan yang telah dijawab siswa secara benar ataupun salah.
2. mengoreksi pembahasan pekerjaan rumah yang diberikan kepada siswa pada waktu yang telah ditentukan.
3. memberikan catatan-catatan pada hasil kerja siswa (berupa makalah, laporan, keliping pekerjaan rumah) berdasarkan hasil koreksi guru terhadap pembelajaran.
4. membagikan lembar jawaban tes pelajaran yang telah dikoreksi oleh guru, disertai sekor dan catatan-catatan bagi pelajar.
7. Perbedaan individual
Setiap guru tentunya harus menyadari bahwa menghadapi 30 siswa dalam satu kelas, berarti menghadapi 30 keunikan atau karakteristik, selain karakteristi/keunikan kelas, guru harus menghadap 30 siswa yang berbeda karakteristiknya yang satu dengan yang lainnya. Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran dituntut untuk memberikan perhatian kepada semua keunikan yang melekat pada tiap siswa. Dengan kata lain, guru tidak mengasumsikan bahwa siswa dalam kegiatan pembelajaran yang diselenggarakannya merupakan satu kesatuan yang memiliki karakteristik yang sama. Konsekuensi logis adanya hal ini, guru harus mampu melayani setiap siswa sesuai karakteristik mereka perorang, implikasi prinsip perbedaan individual bagi guru berwujud prilaku-prilaku yang diantaranya:
1. menentukan berbagai metode yang diharapkan dapat melayani kebutuhan siswa sesuai karakteristiknya.
2. merancang pemenfaatan berbagai media dalam mennyajikan pesan pembelajaran,
3. mengenali karakteristik setiap siswa sehingga dapat menentukan perlakuan pelajaran yang tepat bagi siswa yang bersangkutan,dan
4. memberikan remidiasi ataupun pertannyaan kepada siswa yang membutuhkan.




























BAB IV
MOTIVASI BELAJAR
Belajar merupaakan kegiatan sehari-hari bagi siswa sekolah. Kegiatan belajar tersebut ada yang dilakukan disekolah, dirumah, dan ditempat lain seperti museum, perpustakaan, kebun binatang, sawah, hutan, sungai. Di tinjaui dari segi guru, kegiatan belajar siswa tersebut ada yang tergolong dirancang dalam desain instruksional. Kegiatan belajar siswa yang tarmasuk rancangan guru, bila siswa-siswa di gtempat-tempat tersebut untuk mengerjakan tugas-tugas belajar sekolah. Di samping itu ada juga kegiatan belajar yang tuidak termasuk rancangan guru. Artinya sisswa belajar karna keinginan nya sendiri.
A. Motivasi dan pentingnya motivasi
Dari catatan pengalaman guru tersebut, tampaknya guru perlu memeperhatikan kondisi ekstern belajar dan kondisi intern siswayang belajar. Sejalan dengan hal tersebut diatas.
1, Pengertian motivasi
Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi. Motivasi di pandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia termasuk belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar (Koeswara, 1989;
Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu :
a. Kebutuhan
Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidak seimbangan antara apa yang ia miliki dan yang ia harapkan. Maslow membagi kebutuhan menjadi lima tingkatan yaitu(i) kebutuhan fisikologis (ii) kebutuhan akan rasa aman (iii) kebutuhan social (iv) kebutuhan akan penghargaan diri (v) kebutuhan aktualisaasi diri. kebutuhan fisikologi berkenaan dengan kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan, dan perumahan.kebutuhan akan rasa aman berkenaan dengan keamanan yang berkenaan dengan fisik dan psikologi. kebutuhan social berkenaan dengan perwujudan diterima dengan orng lain,jati diri yang khas,merasa diikut sertakan dan pemilikan harga diri. kebutuhan untuk aktualisasi diri berkenaan dengan kebutuhan individu untuk menjadi sesuatu yang sesuai dengan kemampuannya.
b. Dorongan
Menurut Hull, dorongan atau motivasi berkembang untuk memenuhi kebutuhan organisme, disamping itu juga merupakan system yang memungkinkan organisme dapat memelihara kelangsungan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan organisme menyebabkan munculnya dorongan, dan dorongan akan mengaktifkan tingkah laku mengembalikan keseimbangan fisiologis organisme. Tingkah laku organisme terjadi disebabkan oleh respons dari organisme, kekuatan dorongan organisme, dan penguatan dua hal tersebut. Hull memang menekankan dorongan sebagai motivasi penggerak utama perilaku, tetapi kemudian juga tidak sepenuhnya menolak adanya pengaruh faktor-faktor eksternal.
c. Tujuan
Tujuan memberi arah pada perilaku. Secara psikologis, tujuan merupakan titik akhir “sementara” pencapaian kebutuhan. Jika tujuan tercapai, maka kebutuhan terpenuhi untuk “sementara”. Jika kebutuhan terpenuhi, maka orang menjadi puas, dan dorongan mental untuk berbuat “terhenti sementara”.
Lama dalam kekeuatan mental dalam diri individu adalah sepanjang tugas perkembangan manusia. menurut havighurst tugas-tugas perkembangan tersebut meliputi masa bayi, masa sekolah, masa muda, masa dewasa muda, usia tengah baya, dan masa dewasa lanjut. dan menurut monks, kekutan mental dan kekuatan motivasi tersebut dapat diplihara, termasuk prilaku belajarar dapat di perkuat dan di kembangkan.
2. Pentingnya Motivasi dalam Belajar
Prilaku penting bagi manusia adalah belajar dan bekerja. belajar menimbulkan perubahan mental pada diri siswa. bekerja menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri prilaku dan orang lain, motivasi belajar dan motivasi bekerja merupakan pergerakan maju masyarakat.
Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa pentingnya motivasi belajar adalah sebagai berikut :
a. Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir.
b. Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya.
c. Mengarahkan kegiatan belajar.
d. Membesarkan semangat belajar.
e. Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja (di sela-selanya adalah istirahat atau bermain) yang bersinambung. Individu dilatih untuk menggunakan kekuatannya sedemikian rupa sehingga dapat berhasil.
Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru, manfaat itu sebagai berikut :
a. Meningkatkan, membangkitkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil.
b. Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di kelas bermacam-ragam.
c. Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu diantara bermacam-macam peran seperti sebagai penasihat, fasilitator, insruktur, teman diskusi, penyemanagat, pemberi hadiah, atau pendidik.
d. Memberi peluang guru untuk “unjuk kerja” rekayasa pedagogis. Tugas guru adalah membuat semua siswa belajar sampai berhasil. Tantangan profesionalnya justru terletak pada “mengubah” siswa tak berminat menjadi bersemangat untuk belajar. “mengubah” siswa cerdas yang acuh tak acuk menjadi bersemangat belajar.
B. Jenis dan Sifat Motivasi
1. Jenis Motivasi
Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia.
Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan motivasi primer. Motivasi sosial atau motivasi sekunder memegang peran penting bagi kehidupan manusia. Perilaku motivasi sekunder juga terpengaruh oleh adanya sikap. Sikap adalah suatu motif yang dipelajari. Ciri-ciri sikap yakni : (i) merupakan kecenderungan berpikir, merasa, kemudian bertindak. (ii) memiliki daya dorong bertindak, (iii) relatif bersifat tetap, (iv) berkecenderungan melakukan penilaian, dan (v) dapat timbul dari pengalaman, dapat dipelajari atau berubah.
Perilaku juga terpengaruh oleh emosi. Emosi menujukkan adanya sejenis kegoncangan seseorang. Kegoncangan tersebut disertai proses jasmani, perilaku, dan kesadaran. Perilaku juga terpengaruh oleh adanya pengetahuan yang dipercaya. Pengetahuan yang dipercaya tersebut adakalanya berdasarkan akal, ataupun tak berdasar akal sehat. Pengetahuan tersebut dapat mendorong terjadinya perilaku. Perilaku juga terpengaruh oleh adanya kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan merupakan perilaku menetap dan berlangsung otomatis. Kemungkinan besar perilaku tersebut merupakan hasil belajar. Kemauan merupakan tindakan mencapai tujuan secara kuat.
2. Sifat Motivasi
Motivasi seseorang dapat bersumber dari (i) dalam diri sendiri, yang dikenal sebagai motivasi internal, dan (ii) dari luar seseorang yang dikenal dengan motivasi eksternal. Disamping itu kita bisa membedakan motivasi intrinsic ynag dikarenakan orang tersebut senang melakukannya. Menurut Monks, motivasi berprestasi telah muncul pada saat anak berusia balita. Hal ini berarti bahwa motivasi intrinsic perlu diperhatikan oleh para guru sejak TK, SD, dan SLTP. Pada usia ini para guru masih memberi tekanan pada pendidikan kepribadian khususnya disiplin diri untuk beremansipasi. Penguatan terhadap motivasi intrinsic perlu diperhatikan, sebab disiplin merupakan kunci keberhasilan belajar (Monks, Knoers, Siti Rahayau, 1989 ; 161-164).
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya. Orang berbuat sesuatu, karena dorongan dari luar seperti adanya hadiah dan menghindari hukuman.
Motivasi intrinsic dan ekstrinsik dapat dijadikan titik pangkal rekayasa pedagogis guru. Sebaiknya guru mengenal adanya motivasi-motivasi tersebut. Untuk mengenal motivasi yang sebenarnya, guru perlu melakukan penelitian. Adakalanya guru menghadapi siswa ynag belum memiliki motivasi belajar yang baik. Dalam hal ini seyogianya guru berpegang pada motivasi ekstrinsik, dengan menggunakan penguat berupa hadiah atau hukuman, seyogianya guru memperbaiki disiplin diri siswa dalam beremansipasi.
C. Motivasi dalam Belajar
Dalam perilaku belajar terdapat motivasi belajar. Motivasi belajar tersebut ada yang instrinsik atau ekstrinsik. Penguatan motivasi-motivasi belajar berada di tangan para guru atau pendidik dan anggota masyarakat lain.
1. Unsur-unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
a. Cita-cita atau Aspirasi Siswa
Motivasi belajar tamapak pada keinginan anak sejak kecil. Keberhasilan mencapai kainginan menumbuhkan kemuan bergiat, bahkan dikemudian hari menumbuhkan cita-cita dalam kehidupan. Timbulnya cita-cita dibarengi oleh perkembangan akal, moral, kamauan, bahasa, dan nilai-nilai kehidupan. timbulnya cita-cita juga dibarengi oleh perkembangan kepribadian. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsic ataupun ekstrinsik, sebab tercapainya tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan akulturasi ‘rdiri. (Monks, 1989: 241-260; Schein, 1991:87-110; singgih Gunarsa, 1990: 183-199).
b. Kemampuan Siswa
Keinginan seorang perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. keinginan belajar perlu di sertai kemamapuan mengenal dan mengucapkan bunyi huruf-huruf kesukaran sepeti mengucapkan huruf”r” dengan didukung kemampuan mengucapkan“r” atau mengucapkan huruf-huruf lainnya, maka keinginan anak untuk memebaca akan terpenuhi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksakanan tugas-tugas perkembangan.
c. Kondisi siswa
Kondisi siswa yang meliputi kondisi rohoni dan jasmani mempengaruhi motivasi belajar. seorang siswa yang sedang sakit, lapar, dan marah-marah akan menggangu perhatian belajar. sebaliknya seorang siswa yang sehat,kenyang, dan gembira akan mudah memusatkan perhatian. anak yang sakit akan memperkuat motivasi anak untuk malaksanakan tugas-tugas perkembangan.
d. Kondisi Lingkungan Siswa
Lingkungan siswa yang berupa keadaan alam atau tempat tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan. sebagai anggota masyarakat siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. oleh sebab itu kondisi sekolah yang sehat, kerukunan hidup, ketertiban pergaulan perlu dipertinggi mutunya. Dengan lingkungan yang aman, tenteram, tertib, dan indah, maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat.
e. Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar dan Pembelajaran
Pembelajar yang masih berkembang jiwaraganya, lingkungan yang semakin bertambah baik berkat dibangun, merupakan kondisi dinamis yang bagus bagi pembelajaran. Guru professional diharpkan mampu memanfaatkan sutat kabar, majalah, siaran radio, televise, dan sumber belajar di sekitar sekolah untuk memotivasi belajar.
f. Upaya Guru dalam Membelajarkan Siswa
Upaya guru membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan di luar sekolah. Upaya membelajarkan disekolah meliputi hal-hal berikut : (i) menyelenggarakan tertib belajar di sekolah (ii) membina disiplin belajar dalam setiap kesempatan, seprti memanfaatkan waktu dan pemeliharaan fasilitas sekolah. (iii) membina belajar tertib pergaulan, dan (iv) membina belajar tertib lingkungan sekolah.
2. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar
prilaku yang merupakan salah satu prilaku belajar seperti mencari sendiri sesuatu yang diinginkan dan berusaha mendapatkannya. guru disekolah menghadapi siswa yang bermacam-macam motivasi belajar.oleh karna itu motivasi guru sangat banyak untuk meningkatkan belajar.


a. Optimasi Penerapan Prinsip Belajar
Guru professional akan tertarik perhatiannya pada pembelajaran siswa dan bahaan ajar. oleh kaarna itu kesemuanya terkait dengan beberapa prinsip belajar. Beberapa prinsip belajar tersebut antara lain :
1) Belajar menjadi bermakna bila siswa memahami tujuan belajar.
2) Belajar menjadi bermakna bila siswa dihadapkan pada pemecahan masalah yang menantangnya
3) Belajar menjadi bermakna bila guru mampu memustkan segala kemampuan mental siswa dalam program kegiatan tertentu.
4) Sesuai dengan perkembangan jiwa siswa, maka kebutuhan bahan-bahan belajar siswa semakin bertambah, oleh karena itu guru perlu mengatur bahan dari yang paling sederhana sampai yang paling menantang.
5) Belajar menjadi menantang bila siswa memahami prinsip penilaian dan faedah nilai belajarnya bagi kehidupan dikemudian hari.
b. Optimasi Unsur Dinamis Belajar dan Pembelajaran
Seorang siswa akan belajar dengan seutuh pribadinya. Perasaan, kemauan, pikiran, perhatian, fantasi, dan kemapuan yang lain tertuju pada belajar. Meskipun demikian ketertujuan tersebut tidak selamanya berjalan lancar. Ketidak sejajaran tersebut disebabkan kelelahan jasmani atau mentalnya., ataupun naik turunnya energi jiwa.
c. Optimasi Pemanfaatan pengalaman dan Kemampuan
Perilaku belajar siswa merupakan rangkaian tindak-tindak belajar setiap hari. Perilaku belajar setiap hari bertolak dari jadwal pelajaran sekolah.untuk menghadapi hari pertama masuk sekolah guru telahg membuat rancangan pengajaran sedangkan siswa telah terbias dengan membaca buku pelajaran.
Guru adalah “penggerak” perjalanan belajar bagi siswa. Sebagai penggerak guru perlu memahami dan mencatat kesukaran-kesukaran siswa. Sebagai fasilitator belajar, guru diharapkan memantau mengatasi kesukaran belajar. “Bantuan mengatasi kesukaran belajar” perlu diberikan sebelum siswa putus asa.

d. Pengembangan Cita-cita dan Aspirasi Belajar
Belajar disekolah menjadi pola umum hidup warga masyarakat di Indonesia, dewasa ini keinginan hidup lebih baik tlah di miliki oleh warga masyarakat. belajar telah dijadikan alat hidup, wajib belajar selama 9 tahun merupakan kebutuhan hidup. oleh karna itu masyarakat mendambakan agar anak-anaknaya memperoleh tempat belajar ditempat yang baik.
Guru adalah pendidik anak bangsa, ai berpeluang merekayasa dan mendidikan cita-cita bangsa. Upaya mendidik dan mengembangkan cita-cita belajar dapat dilaukan dengan berbagai cara. Cara-cara mendidik dan mengembangkan yang dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain sebagai berikut :
1) Guru menciptakan suasana belajar yang menggembirakan.
2) Guru mengikutsertakan semua siswa untuk memelihara fasilitas belajar.
3) Guru mengajak siswa untuk membuat perlombaan unjuk belajar seperti lomba baca, lomba karya tulis ilmiah, lomba tanam bunga, lomba lukis, lmba kerajinan.
4) Guru mengajak serta orng tua siswa untuk memperlengkap fasilitas belajar seperti buku bacaan, majalah, alat olah raga, dan kebun bunga.
5) Guru memberanikan siswa untuk mencatat keinginan-keinginan di notes pramuka, dan mencatat keinginan yang tercapai dan tak tercapai.
6) Guru bekerjasama dengan pendidik lain seperti orang tua, ulama atau pendeta, pramuka, dan para instruktur pendidik pemuda, untuk mendidik dan mengembangkan cita-cita belajar sepanjang hayat.







BAB V
LANJUTAN MOTIVASI

A.Motivasi Dalam Belajar

Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Adapun menurut Mc.Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc.Donald ini mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan.
Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar
Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk belajar. Teori behaviorisme menjelaskan motivasi sebagai fungsi rangsangan (stimulus) dan respons, sedangkan apabila dikaji menggunakan teori kognitif, motivasi merupakan fungsi dinamika psikologis yang lebih rumit, melibatkan kerangka berpikir siswa terhadap berbagai aspek perilaku.




Berdasarkan sumber penyebabnya motivasi dikategorikan menjadi motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Sumber motivasi intrinsik adalah challenge, curiosity, control, dan fantasy sedangkan motivasi ekstrinsik timbul karena ada rangsangan dari luar. Individu yang termotivasi secara ekstrinsik akan berpartisipasi untuk menghasilkan outcome tertentu seperti reward, pujian dari guru atau terhindar dari hukuman.
Dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin. Motivasi belajar yang memadai akan mendorong siswa berperilaku aktif untuk berprestasi dalam kelas, tetapi motivasi yang terlalu kuat justru dapat berpengaruh negatif terhadap keefektifan usaha belajar siswa.
Peranan guru untuk mengelola motivasi belajar siswa sangat penting, dan dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas belajar yang didasarkan pada pengenalan guru kepada siswa secara individual.
Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Memberikan aktivitas dengan tingkat kesulitan tingkat menengah sehingga tidak akan membosankan siswa karena terlalu mudah atau membuat siswa putus asa karena terlalu sulit.
2. Memberikan informasi dan ide yang dikaitkan dengan pengetahuan siswa, serta kejutan dan incongruity dalam aktivitas yang dilakukan di kelas
3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat memilih aktivitas dan terlibat dalam pembuatan peraturan dan prosedur di kelas sehingga siswa merasa memiliki control
4. Melibatkan siswa dalam aktivitas make-believe, permainan, dan simulasi, namun kegiatan ini harus relevan dengan materi pelajatran dan tidak mengganggu
Usaha untuk meningkatkan motivasi belajar siswa memerlukan kondisi tertentu yang mengedepankan keterlibatan dan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Sejauh mungkin siswa perlu didorong untuk mampu menata belajarnya sendiri dan menggunakan interaksi antarpribadi dengan teman dan guru untuk mengembangkan kemampuan kognitif/intelektual dan kemampuan sosial. Di samping itu, keterlibatan orang tua dalam belajar siswa perlu diusahakan, baik berupa perhatian dan bimbingan kepada anak di rumah maupun partisipasi secara individual dan kolektif terhadap sekolah dan kegiatannya.

B.Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar

1. Cara yang bisa dilakukan seorang guru untuk meningkatkan motivasi belajar.

Hamalik menyatakan bahwa guru dapat menggunakan cara untuk menggerakkan atau membangkitkan motivasi belajar, sebagai berikut :
a. Memberi angka
b. Saingan
c. Memberi ulangan
d. Pujian
e. Susana yang menyenangkan
f. Tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa

Bila dikaji hal-hal diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut :
Memberi angka, maksudnya bahwa setiap siswa ingin mengetahui hasil pekerjaannya, yakni berupa angka yang diberika guru. Siswa yang mendapat angka baik, akan mendorong motivasi belajarnya menjadi lebih besar, sebaliknya siswa yang mendapat angka kurang dapat juga menjadi pendorong agar belajar lebih baik. Tetapi ada juga siswa yang belajar hanya ingin mengejar pokonya naik kelas saja. Ini menunjukan motivasi yang dimiliki nya kurang berbobot, bila dibandingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan angka baik. Namun demikian, semua itu harus diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan hasil belajar yang bermakna.
Saingan dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan individual maupun kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur persaingan banyak dimanfaatkan didalam dunia industri atau perdagangan, tetapi juga sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa.
Memberikan ulangan. Maksudnya, para siswa akan menjadi giat belajar jika mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberikan ulangan juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat oleh guru, adalah ulangan yang diberikan tidak boleh selalu sering ( misalnya setiap hari ) karena bisa membosankan siswa dan bersifat rutinitas.
Pujian. Maksudnya, apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian dalam bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi. Pemberiannyapun harus tepat, dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar.
Suasana yang menyenangkan. Maksudnya, siswa-siswa akan merasa aman dan senang dalam kelas sebagai anggota yang dihargai dan dihormati, sehingga mereka tidak akan merasa tegang menerima pelajaran.
Tujuan yang diakui dan diterima oleh siswa. Maksudnya, motivasi selalu mempunyai tujuan, kalau tujuan itu berarti dan berharga maka siswa akan berusaha untuk mencapainya. Guru harus berusaha agar siswa-siswa jelas mengetahui tujuan setiap pelajaran.
Tujuan yang menarik bagi siswa merupakan motivasi yang terbaik. Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis menyimpulkan bahwa cara-cara tersebut tidak bisa dikatakan berhasil apabila kemampuan guru dalam menggunakannya belum tepat. Oleh karena itu, diharapkan cara-cara tersebut dapat diterapkan dengan baik dalam proses belajar mengajar. Namun tidak dapat dihindari kenyataan sekarang, masih ada sebagian siswa yang belum merasakan/menjadikan cara-cara tersebut sebagai motivasi dalam belajar. Walaupun demikian, seorang guru harus tetap berusaha dengan sebaik mungkin agar siswa dapat bersemangat, bergairah dan senang menerima pelajaran.

2. Adapun teknik guru yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut :

a. Memberikan penghargaan dengan menggunakan kata-kata seperti ucapan bagus sekali, hebat dan menakjubkan. Penghargaan yang dilakukan dengan katai-kata (verbal) Ini mengandung makna yang posotif karena akan menimbulkan interaksi dan pengalaman pribadi bagi diri siswa itu sendiri.
b. Memberikan nilai ulangan sebagai pemacu siswa untuk belajar lebih giat. Dengan mengetahui hasil yang diperoleh dalam belajar maka siswa akan termotivasi untuk belajar lebih giat lagi.
c. Menumbuhkan dan menimbulkan rasa ingin tahu dalam diri siswa. Rasa ingin tahu dapat ditimbulkan oleh suasana yang mengejutkan atau tiba-tiba.


3.Sedangkan teknik yang dapat dilakukan oleh seorang siswa dalam meningkatkan motivasi belajar adalah :
a. Bergaulah dengan orang-orang yang senang belajar
b. Belajar dari internet.
c. Bergaulah dengan orang-orang yang optimis dan selalu berpikir positif.
d. Cari motivator.


























BAB VI
PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN

A. Keorganisasian Siswa
1. Pengertian Organisasi
a. Organisasi Menurut Stoner
Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama.
b. Organisasi Menurut James D. Mooney
Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
c. Organisasi Menurut Chester I. Bernard
Organisasi merupakan suatu system aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.

Organisasi merupakan suatu wadah atau tempat dimana orang-orang dapat bersama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan tanpa adanya organisasi menjadi saat bagi orang-orang untuk melaksanakan suatu kerja sama, sebab setiap orang tidak mengetahui bagaimana cara berkerja sama tersebut akan dilaksanakan.

Pengertian tempat ini dalam arti yang kongkrit, tetapi dalam arti yang abstrak, sehingga dengan demikian tempat ini adalah dalam arti fungsi yaitu menampung atau mewadai keinginan kerja sama beberapa orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pengertian umum, maka organisasi dapat berubah wadah sekumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu misalnya organisasi buruh, organsasi wanita , organisasi mahasiswa dan sebagainya.

Pengorganisasian siswa dalam belajar terdiri dari 3 metode yaitu:
a. Pembelajaran Secara Individual
Adalah kegiatan mengajar guru yang menitikberatkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu. Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran individu dapat di tinjau dari segi:


1) Tujuan pengajaran
- Pemberian kesempatan keleluasan siswa untuk belajar berdasarkan kemampuan sendiri.
- Pengembangan kemampuan tiap-tiap individu secara optimal.

2) Siswa
- Kedudukan siswa bersifat sentral yaitu sebagai pusat layanan pengajaran.
- Tanggung jawab siswa untuk belajar sendiri sangat besar. Siswa dituntut sadar untuk belajar demi kepentingan dirinya sendiri.

3) Guru
- Kedudukan guru bersifat membantu. Bantuannya berupa perencanaan kegiatan belajar, pengorganisasian kegiatan belajar, penciptaan pendekatan antara guru dengan siswa, dan fasilitas yang mempermudah siswa dalam belajar.
- Memonitor dan mengatur kegiatan belajar dari awal sampai akhir.
- Sebagai fasilitator ( membimbing, menyediakan sumber belajar, memberi motivasi, memberi kesempatan untuk memperbaiki diri.

4) Program Pembelajaran
- Sebagai usaha memperbaiki pembelajaran klasikal.
- Diberlakukan untuk siswa SMP ke atas.
- Tidak semua bidang studi cocok diterapkan pembelajaran individual.
- Berlangsung efektif jika kemampuan siswa, tujuan pembelajaran, prosedurnya, kriteria keberhasilan, dan keterlibatan guru dalam evaluasi semuanya dimengerti oleh siswa.

5) Orientasi dan tekanan utama pelaksanaan
- Agar siswa dapat belajar secara mandiri.

b. Pembelajaran Kelompok ( kelompok kecil )
Adalah kegiatan mengajar yang menitikberatkan pada keberhasilan kelompok dalam belajar. Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran individu dapat di tinjau dari segi:

1) Tujuan
- Memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional.
- Mengembangkan sikap sosial dan semangat gotong-royong.
- Mendinamiskan kegiatan kelompok sehingga tiap anggota merasa sebagai bagian dari kelompok.
- Mengembangkan kemampuan kepemimpinan kepada setiap anggota kelompok.

2) Siswa
- Siswa dalam kelompok kecil adalah anggota kelompok yang belajar untuk memecahkan masalah kelompok.

3) Guru
- Guru berperan sebagai pembentuk kelompok, perencana tugas kelompok, pelaksanaan, dan evaluasi.

4) Program Pembelajaran
- Peningkatan kemampuan individu sebagai anggota kelompok.

5) Orientasi dan Tekanan Utama Pelaksanaan
- Peningkatan kemampuan kerja kelompok.

3. Pembelajaran Secara Klasikal
Adalah pengutamaan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar. Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran individu dapat di tinjau dari segi:

1) Tujuan
- Efisiensi dalam pembelajaran.
2) Siswa
- Individu yang belajar didalam kelas yang telah dikondisikan sesuai keinginan guru.
- Belajar sesuai dengan tata tertib yang ditetapkan guru.


3) Guru
- Kedudukan guru bersifat sentral, guru melakukan 2 kegiatan sekaligus yaitu melakukan pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran.
- Peran guru pada pembelajaran individu dan pembelajaran kelompok kecil juga berlaku pada pembelajaran klasikal.

4) Program Pembelajaran
- Peningkatan kemampuan individu siswa sebagai bagian dari kelas.

5) Orientasi dan tekanan utama pelaksanaan
- Peningkatan kemampuan dan keterampilan seluruh kelas.

Organisasi siswa adalah suatu jenis wadah perlengkapan di masyarakat yang dibikin oleh orang-orang dengan tujuan dapat memperoleh efisiensi kerja tertentu yang sebesar-besarnya. Intra sekolah ( disingkat OSIS ) adalah suatu organisasi yang berada di tingkat sekolah di Indonesia yang dimulai dari Sekolah Menengah yaitu Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) dan Sekolah Menengah Atas ( SMA ). OSIS diurus dan dikelola oleh murid-murid yang terpilih untuk menjadi pengurus OSIS.

Biasanya organisasi ini memiliki seorang pembimbing dari guru yang dipilih oleh pihak sekolah. Dengan memperhatikan kondisi sekolah dan masyarakat dewasa ini yang umumnya masih dalam taraf perkembangan, maka upaya pembinaan kesiswaan perlu diselenggarakan untuk menunjang perwujudan sekolah sebagai Wawasan Wiyatamandala.

Berdasarkan surat Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah nomor: 13090/CI.84 tanggal 1 Oktober 1984 perihal Wawasan Wiyatamandala sebagai sarana ketahanan sekolah, maka dalam rangka usaha meningkatkan pembinaan ketahanan sekolah bagi sekolah-sekolah di lingkungan pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen pendidikan dan kebudayaan, menerapkan Wawasan Wiyatamandala yang merupakan konsepsi yang mengandung anggapan-anggapan sebagai berikut:

Sekolah merupakan wiyatamandala ( lingkungan pendidikan ) sehingga tidak boleh digunakan untuk tujuan-tujuan diluar bidang pendidikan.
Kepala sekolah mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh untuk menyelenggarakan proses pendidikan dalam lingkungan sekolahnya, yang harus berdasarkan pancasila.
Antara guru dan orang tua siswa harus ada saling pengertian dan kerjasama yang baik untuk mengemban tugas pendidikan.
Para guru, di dalam maupun di luar lingkungan sekolah, harus senantiasa menjunjung tinggi martabat dan citra guru sebagai manusia yang dapat digugu ( dipecaya ) dan ditiru, betapapun dan sulitnya keadaan yang melingkunginya.
Sekolah harus bertumpu pada masyarakat sekitarnya, namun harus mencegah masuknya sikap dan perbuatan yang sadar atau tidak , dapat menimbulkan pertentangan antara kita sama kita.
Untuk mengimplementasikan Wawasan Wiyatamandala perlu diciptakan suatu situasi dimana siswa dapat menikmati suasana yang harmonis dan menimbulkan kecintaan terhadap sekolahnya, sehingga proses belajar mengajar, kegiatan kokurikuler, dan ekstrakurikuler dapat berlangsung dengan mantap.
Upaya untuk mewujudkan Wawasan Wiyatamandala antara lain dengan menciptakan sekolah sebagai masyarakat belajar, pembinaan Organisasi Siswa Intra Sekolah ( OSIS ), kegiatan kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra-kurikuler, serta menciptakan suatu kondisi kemampuan dan ketangguhan yakni memilki tingkat keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, dan kekeluargaan yang mantap.
Pada dasarnya setiap OSIS di satu sekolah memiliki struktur organisasi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Namun, biasanya struktur keorganisasian dalam OSIS terdiri atas:
1) Ketua Pembina ( biasanya Kepala Sekolah )
2) Wakil Ketua Pembina ( biasanya Wakil Kepala Sekolah )
3) Pembina ( biasanya guru yang ditunjuk oleh Sekolah )
4) Ketua Umum
5) Wakil Ketua I
6) Wakil Ketua II
7) Sekretaris Umum
8) Sekretaris I
9) Sekretaris II
10) Bendahara
11) Wakil Bendahara
12) Ketua Sekretaris Bidang ( sekbid ) yang mengurusi setiap kegiatan siswa yang berhubungan dengan tanggung jawab bidangnya.


B. Posisi Guru dan Siswa dalam Mengolah Pesan

1. Posisi Guru dalam Mengolah Pesan

Dalam belajar mengajar guru menempati posisi sebagai penyampai pesan dan murid/siswa sebagai penerima pesan. Berdasarkan posisi guru dalam pengolahan pesan terdapat 2 sistem pembelajaran yaitu:

a. Pembelajaran dengan strategi ekspositori
1) Merupakan kegiatan mengajar yang berpusat pada guru. Guru aktif memberikan penjelasan secara rinci tentang bahan pengajaran.
2) Tujuan Utama
“memindahkan” pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa.
3) Peran Guru
- Penyusun program pembelajaran.
- Pemberi informasi yang benar .
- Pemberi fasilitas belajar yang baik.
- Pembimbing dalam perolehan informasi yang benar.
- Penilai pemerolehan informasi

b. Pembelajaran dengan strategi inkuiri
1) Merupakan pengajaran yang mengharuskan siswa mengolah pesan sehingga memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.
2) Tekanan utama
- Kemampuan berpikir individual lewat penelitian.
- Peningkatan kemampuan mempraktekkan metode dan teknik penelitian.
- Latihan keterampilan intelektual khusus yang sesuai dengan cabang ilmu tertentu.
- Latihan menemukan sesuatu.


3) Peran guru
- Menciptakan suasana bebas berpikir kepada siswa.
- Fasilitator dalam penelitian.
- Sebagai rekan diskusi.
- Pembimbing penelitian.

2. Posisi Siswa dalam Pengolahan Pesan

Dalam belajar mengajar siswa menempati posisi sebagai penerima pesan. Berdasarkan posisi siswa dalam pengolahan pesan terdapat 2 sistem pembelajaran yaitu:

a. Pembelajaran dengan strategi ekspositori
1) Pencari informasi yang benar.
2) Pemakai sumber media yang benar.
3) Menyelesaikan tugas sehubungan dengan penilaian guru.
b. Pembelajaran dengan strategi inkuiri
1) Mengambil prakarsa dalam pencarian masalah dan pemecahan masalah.
2) Aktif dalam belajar melakukan penelitian.
3) Penjelajah tentang masalah dan metode pemecahan.
4) Penemu pemecah masalah.

C. Proses Pengolahan Pesan
Ada 2 yaitu:
1. Pengolahan pesan secara deduktif
Penyampaian pesan oleh guru dari suatu pernyataan generalisasi kemudian siswa membuktikan kebenaran generalisasi tersebut.
Adapun langkah-langkah pengolahan pesan secara deduktif yaitu:
a. Pendahuluan pembelajaran.
b. Penyajian generalisasi konsep.
c. Pengumpulan data yang mendukung generalisasi.
d. Analisis data dan verifikasi generalisasi.
e. Aplikasi generalisasi pada data yang terkumpul.
f. Evaluasi tentang proses pengolahan pesan.
2. Pengolahan pesan secara induktif
Guru memberikan bimbingan dan memberikan contoh-contoh kemudian siswa berusaha menarik kesimpulan.
Adapun langkah-langkah pengolahan pesan secara induktif yaitu:
a. Pedahuluan pembelajaran.
b. Pengumpulan data.
c. Analisis data.
d. Perumusan dan pengujian hipotesis.
e. Mengaplikasikan generalisasi.
f. Evaluasi hasil belajar.


D. Kemampuan yang akan dicapai dalam pembelajaran

Siswa yang belajar akan mengalami perubahan. Bila sebelum belajar kemampuannya hanya 25% misalnya, maka setelah belajar selama lima bulan menjadi 100%. Hasil belajar tersebut akan meningkatkan kemampuan mental.

Pada umumnya hasil belajar tersebut meliputi ranah-ranah kognitif, efektif dan psikomotorik. Kemampuan mental yang akan dicapai dalam pembelajaran adalah tujuan pembelajaran.

Secara umum kegiatan belajar meliputi fase-fase sebagai berikut:

1. motivasi, yang berarti siswa sadar mencapai tujuan dan bertindak mencapai tujuan belajar.
2. Konsentrasi, yang berarti siswa memusatkan perhatian pada bahan ajar.
3. Mengolah pesan, yang berarti siswa mengolah informasi dan mengambil makna tentang apa yang dipelajari.
4. Menyimpan, yang berarti siswa menyimpan dalam ingatan, perasaan, dan kemampuan motoriknya.
5. Menggali, dalam arti menggunakan hal yang dipelajari yang akan dipergunakan untuk suatu pemecahan-pemecahan.
6. Prestasi, dalam arti menggunakan bahan ajar untuk kerja.
7. Umpan balik, dalam arti siswa melakukan pembenaran tentang hasil belajarnya atau prestasinya.

Kegiatan belajar di sekolah, menurut Biggs dan Telfer, pada umumnya dapat dibedakan menjadi empat hal berkenaan dengan:

1. Belajar yang kognitif seperti pemerolehan pengetahuan.
2. Belajar yang efektif seperti belajar tentang perasaan, nilai-nilai dan emosi.
3. Belajar yang berkenaan dengan isi ajaran, seperti yang ditentukan dalam silabus semacam pokok-pokok bahasan.
4. Belajar yang berkenaan dengan proses, seperti bagaimana suatu hasil dapat diperoleh.




















BAB VII
MASALAH-MASALAH DALAM BELAJAR

Guru profesional berusaha mendorong siswa agar belajar secara berhasil. Ia menemukan bahwa ada bermacam-macam hal yang menyebabkan siswa belajar. Ada siswa yang tidak belajar karena dimarahi oleh orang tua. Ada siswa yang enggan belajar karena pindah tempat tinggal. Ada siswa yang sukar memusatkan perhatian waktu guru mengajar topic tertentu. Ada pula siswa yang giat belajar karena ia bercita-cita menjadi seorang ahli. Bermacam-macam keadaan siswa tersebut menggambarkan bahwa pengetahuan tentang masalah-masalah belajar merupakan hal yang sangat penting bagi guru dan calon guru.
Dalam bab ini akan dipelajari masalah-masalah dalam belajar, salah satunya adalah masalah-masalah intern belajar.

A. Masalah-Masalah Intern Belajar
Dalam interaksi belajar-mengajar ditemukan kunci bahwa proses belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar.
Aktivitas mmpelajari bahan belajar memakan waktu. Lama waktu mempelajari juga tergantung pada kemampuan siswa. Jika bahan belajarnya sukarnya, dan siswa kurang mampu, maka dapat diduga bahwa proses belajar memakan waktu yang lama. Dan sebaliknya.
Proses belajar merupakan belajar merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang menentukan terjadi atau tidak terjadi belajar. Untuk bertindak belajar siswa mnghadapi masalah-masalah secara intern. Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut:
1. Sikap Terhadap Belajar
Sikap meupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima menolak atau mengabaikan.
2. Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses blajar. Motivasi pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, untuk hasil belajar akan menjadi rendah.

3. Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk mmperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan selama beberapa menit.
4. Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara memperoleh ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa.
5. Menyimpan Perolehan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cra perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek dan waktu yang lama.
6. Menggali Hasil Belajar yang Tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktipkan pesan yang telah diterima. Dalam hal pesan yang baru, maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali, atau mengaitkan dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, maka siswa akan memanggil atau membangkitkan pesan dan pengalaman untuk suatu unjuk hasil belajar.

Adakalanya siswa juga mengalami gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya sendiri. Gangguan tersebut dapat bersumber dari kesukatan penerimaan, pengelolaan dan penyimpanan. Jika siswa tidak memperhatikan pada saat penerimaan, maka siswa tidak memiliki apa-apa. Jika siswa tidak berlatih sungguh-sungguh, maka siswa tidak keterampilan (intelektual, sosial, moral dan jasmani) dengan baik. Dengan kata lain, penggalian hasil yang tersimpan ada hubungannya dengan baik atau buruknya penerimaan, pengelolaan dan penyimpanan pesan.




7. Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Belajar
Kemampuan berprestasi atau unjuk belajar merupakan suatu puncak hasil belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentrasfer hasil belajar atau mentransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari disekolah diketahui bahwa ada sebagian sisa yang tidak mampu berprestasi dengan baik.
8. Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan.
9. Intelegensi dan Keberhasilan Belajar
Menurut Wechler (Monks & Knoers, Siti Rahayu Haditono) intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berfikir secara baik, dan bergul dengan lingkungan secara efisien. Menurut siti Rahayu Haditono, di Indonesia juga itu ditemukan bahwa siswa memperoleh angka hasil belajar yang rendah. Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor seperti:
a. Kurangnya fasilitas belajar disekolah dan rumah diberbagai pelosok
b. Siswa makin dihadapkan oleh berbagai pilihan dan mereka merasa ragu dan takut gagal
c. Kurangnya dorongan mental dari orang tua karena orang tua tidak memahami apa yang dipelajari oleh anaknya disekolah
d. Keadaan gizi yang rendah, sehingga siswa tidak mampu belajar yang lebih baik
Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah. Hal ini akan merugikan calon tenaga itu sendiri. Oleh karena itu pada tempat yang mereka didorong untuk mempertimbangkan taraf kehidupan warga banga Indonesia.

10. Kebiasaan Belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan blajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain:
Dalam kebiasaan sehari-hari ditemukan adanya kbiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain:
a. Belajar pada akhir semester
b. Belajar tidak teratur
c. Menyia-nyiakan kesempatanbelajar
d. Bersekolah hanya untuk bergengsi
e. Datang terlambat bergaya pemimpin
f. Nergaya jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain
g. Bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar

11. Cita-cita Siswa
Dalam rangka tugas, pengembangan pada umumnya setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita merupkan harapan besar bagi siswa sehingga siswa selalu termotivasi untuk belajar dengan serius demi menggapai cita-cita tersebut.

B. Faktor-Faktor Eksternal Belajar
Proses belajar didorong oleh motivasi instrinsic siswa. Disamping itu proses belajar juga dapat terjadi atau menjadi bertambah kuat. Bila didorong oleh lingkungan siswa dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkat bila program pmbelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru disekolah merupakan faktor eksternal belajar. Ditinjau dari segi siswa maka itemukan beberapa faktor kestern yang berpengaruh pada aktivitas belajar.
1. Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang study yang sesuai dengan keahliannya. Tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsaya. Sebagai pendidik, ia memusatkan pada kepribadian siswa. Khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wuju emansipasi diri siswasbagai guru yang pengjar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar disekolah.
Guru juga menumbuhkan diri secara profesional. Ia bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat.
Hal-hal yang dipelajari oleh setiap guru adalah:
a. Memiliki intergritas moral kepribadian
b. Memiliki intergritas intelektual berorientasi kebenaran
c. Memiliki intergritas religius dalam konteks pergaulan dalam masyarajat
d. Mempertinggi mutu keahlian bidang studi sesuai dengan kemampuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

2. Prasarana dan Sarana Pembelajaran
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang blajar lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian dan peralatan olahraga.sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku kesenian, alat dan fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media pembelajaran lainnya.
Dengan tersedianya prasarana dan sarana belajar mmberikan peranan pada guru dan siswa dalam pembelajaran.
Peranan guru dalam penggunaan sarana belajar sebagai berikut:
a. Memelihara dan mengatur prasarana untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menggairahkan.
b. Memeihara dan mengatur pembelajaran sesuai dengan prasarana dan tepat guna

Peranan siswa dalam penggunaan belajaer sebagai berikut:
a. Ikut serta memelihara dan mengatur prasarana secara baik
b. Ikut dan berperan aktif dalam pemanfaatan sarana dan prasarana tepat guna
c. Mengormati sekolah sebagai pusat pembelajaran dalam rangka pencerdasan kehidupan gnarasi muda bangsa

3. Kebijakan Penilaian
Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar atau unjuk kerja siswa sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja atau penilaian tersebut maka proses belajar berhenti untuk sementara.
Hasil belajar diukur dengan ukuran-ukuran guru, tingkat nasional. Dengan ukuran-ukuran tersebut seorang siswa yang keluar dapat digolongkan lulus dan tidak lulus. Kelulusannya dengan memperoleh nilai rendah sedang atau tinggi, yang tidak lulus berarti mengulang atau tinggal kelas, mungkin dicabut hak belajarnya.

4. Lingkungan Sosial Siswa di Sekolah
Siswa-siswa disekolah membentuk suatu lingkungan social siswa.dalam lingkungan sekolah tersebut ditemukn adanya kedudukan dan prasarana tertentu. Sebagai ilustrasi, seorang siswa dapat menjabat sebagai pengurus kelas, sebagai ketua kelas, sebagai ketua atau pengurus OSIS disekolahnya.
Tiap siswa berada didalam lingkungan social siswa disekolah. Ia memiliki kedudukan dan peranan yang diakui oleh sesama. Jika seorang siswa terterima, maka ia dengan mudah mnyesuaikan diri dan segera dalam belajar. Sebaliknya jika ia bertolak, maka ia akan mereka tertekan.

Pengaruh lingkungan sosial tersebut berupa hal-hal berikut:
a. Pengaruh kejiwaan yang bersifat menerima atau menolak. Siswa yang akan berakibat memperkuat atau memperlemah konsetrasi belajar
b. Lingkungan sosial wujud dalam suasana akrab, gembira, rukun dan damai. Sebaliknya mewujud suasana perselisihan, bersaing, salah menyalahkan dan cerai berai. Suasana kejiwaan tersebut berpengaruh pada proses blajar
c. Lingkungan social siswa disekolah atau atur juga kelas dapat berpengaruh pada semangat belajar siswa

5. Kurikulum Sekolah
Program pmbelajaran disekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan disekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi.
Kurikulum disusun berdasarkan tuntunan kemajuan masyarakat. Kemajuan masyarakat didasarkan suatu rencana pembangunan lima tahunan yang diberlakukan oleh pemerintah. Dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat, timbul tuntunan kebutuhan bau. An akibatnya kurikulum sekolah perlu direkontruksi.

C. Cara Menentukan Masalah-Masalah Belajar
1. Pengamatan Perilaku Belajar
Sekolah merupakan perilaku belajar yang dilakukan sebagai berikut:
a. Menyusun rencana pengamatan. Seperti tindak belajar sendiri atau orang lain.
b. Memilih siapa yang akan diamati meliputi beberapa orang siswa
c. Menentukan beberapa lama berlangsungnya pengamatan, seperti dua, tiga, atau empat bulan.
d. Menentukan hal-hal yang diamati, seperti cara siswa membaca, cara menggunakan media belajar, prosedur dan cara proses belajar sesuatu
e. Mencatat hal-hal yang diamati
f. Menafsirkan hasil pengamatan. Untuk memperoleh informasi tentang pengamatan perilaku belajar tersebut, bila perlu guru melakukan wawancara pada siswa tertentu. Untuk mempermudah pengamatan, pada tempatnya guru menggunakan lembar pengamatan perilaku siswa.

2. Analisis Hasil Belajar
Setiap kegiatan belajar berakhir dengan hasil belajar. Hasil belajar tiap siswa dikelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar dikelas. Bahan mentah hasil belajar terwujud dalam lembar-lembar jawaban soal ulangan atau ujian, dan yang terwujud karya atau benda. Semua hasil belajar tersebut merupakan bahan yang berharga bagi siswa dan guru. Bagi guru hasil belajar siswa dikelasnya berguna untuk melakukan perbaikan tindak mengajar dan evaluasi. Bagi siswa hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut oleh karena itu, pada tempatnya guru mengadakan analisis tentang hasil belajar siswa dikelasnya.

3. Tes Hasil Belajar
Pada penggal proses belajar dilancarkan tes hasil belajar. Adapun jenis tes yang digunakan umumnya tes lisan dan tes tertulis. Tes hasil belajar dapat digunakan untuk:
a. Menilai kemajuan belajar
b. Mencari masalah-masalah dalam belajar
Untuk menilai kemajuan dalam belajar. Pada umumnya penyusunan tes adalah dari guru sendiri. Untuk mencari masalah-masalah dalam belajar. Sebaiknya penyusunan tes adalah tim guru bersama konselor sekolah. Oleh karena itu, pada tempatnya guru profesional memiliki kemampuan penelitian secara sederhana.









BAB VIII
Lanjutan Msalah-Masalah Belajar

A. Faktor-faktor ekstern di dalam belajar

Proses belajar di dorong oleh motivasi instrinsik siswa. Disamping itu Proses belajar juga dapat terjadi atau bertambah kauat, bila didorong oleh lingkungan siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi siswa ada dua, diantaranya adalah faktor internal dan paktor eksternal. faktor internal merupakan faktor Yang berasal dari dalam diri siswa, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor internal terdiri dari atas faktor biologis dan psikologis. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dengan demikian, diharapkan faktor internal dan eksternal harus saling mendukung serta dapat meningkatkan faktor internal dan eksternal siswa demi tercapainya prestasi belajar yang maksimal.
Dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkatkan bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru disekolah merupakan faktor ekstern dalam belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa faktor ekstern dalam bajar. Faktor-faktor ekstern dalam belajar. Faktor-faktor ekstern tersebut adalah sebagai berikut :

1. Guru sebagai pembina siswa belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai keahliannya. Tetapi juga menjadi pendidik muda generasi muda bangsa. Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi guru bidang studi tertentu. Sebagai seorang pribadi ia juga mengembangkan diri menjadi pribadi yang utuh. Sebagai seorang diri yang mengembangkan kepribadian utuh, ia juga menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup sebagai manusia. Guru juga menumbuhkan diri sebagai profesional. Dia bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat. Hal-hal yang dipelajari oleh setiap guru adalah :
a. Memiliki intergritas moral kepribadian
b. Memiliki intergritas intelektual berorientasi kebenaran
c. Memiliki intergritas regional dalam konteks pergaulan dalam masyarakat mejemuk.

Mengatasi masalah-masalah keutuhan sebagai pribadi dan menumbuhkan profesi sebagai guru merupakan pekerjaan sepanjang hayat. Kemampuan mengatasi kedua masalah tersebut merupakan kunci keberhasilan tugas pembelajaran sang siswa, adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa tersebut meliputi hal-hal berikut :
a. Membangun hubungan baik antara guru dan siswa
b. Menggairahkan, minat, dan memperkuat motivasi belajar.
Mengorganisasi belajar.

2. Prasarana dan sarana belajar.
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian dan olah raga serta perabotannya.
Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan alat dan fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya prasarana dan sarana yang lengkap merupakan kondisi pembelajaran yang baik.
Prasarana dan sarana proses belajar adalah barang mahal. Barang-barang tersebut dibeli dengan uang pemerintah dan mastarakat. Maksud pembelian tersebut Untuk mempermudah siswa belajar. Dengan tersedianya prasarana dan sarana belajar berarti menuntut guru dan siswa harus berhati-hati dalam menggunakannya. Peranan guru adalah sebagai berikut :
a. Memelihara, mengatur prasarana untuk menciptakan Suasana belajar yang menyenangkan.
b. Memelihara dan mengatur sarana pembelajaran berorientasi keberhasilan siswa belajar dan
c. Mengorganisasi belajar siswa sesuai dengan sarana dan prasarana secara tepat guna.

Dan peranan siswa untuk menggunakan dan memanfaatkan sarana dan prasarana tersebut adalah sebagai berikut :
a. Ikut serta memelihara dan mengatur sarana dan prasarana secara baik
b. Ikut serta dan berperan aktif dalam pemanfaatan sarana dan prasarana secara tepat guna
c. Menghormati sekolah sebagai pusat pembelajaran dalam rangka pencerdasan kehidupan generasi muda bangsa.

3. Kebijakan penilaian.
Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau untuk kerja siswa sebagai suatu hasil maka dengan untuk kerja tersebut, proses belajar berhenti untuk sementara dan terjadilah penilaian. Dengan penilaian yang dimasudkan adalah penentuan sampai suatu dipandang berharga, bermutu atau bernilai.
Hasil belajar merupakan hasil proses belajar, prilaku aktif dalam belajar adalah siswa. Hasil belajar merupakan juga hasil proses belajar, atau proses pembelajaran. Pelaku aktif pembelajaran adalah guru. Dengan demikian hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan ''tingkat perkembangan mental'' tang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra-belajar. ''tingkat perkembangan mental'' tersebut Terkait dengan bahan pelajaran. ''Tingkat perkembangan mental'' tersebut terwujud pada jenis-jenis kongnitif, efektif, dan psikomotor. Secara menyeluruh proses belajar berjalan dalam waktu Beberapa tahun.


B. Cara-cara menentukan masalah belajar
Belajar disekolah terkait dengan beberapa hal. Dalam bertindak belajar, siswa berhubungan dengan guru, bahan belajar, pemerolehan pengetahuan dan pengalaman, tata kerja evaluasi belajar. Disamping itu, siswa secara intern menghadapi disiplin, kebiasaan dan semangat belajarnya sendiri. Faktor intern siswa tersebut merupakan hal yang cukup kompleks.
Siswa yang belajar disekolah merupakan akibat dari program pembelajaran guru. Guru berkepentingan Untuk mendorong siswa aktif belajar. Dengan demikian sebagai generasi pendidik muda bangsa guru berkewajiban mancari dan menemukan masalah-masalah belajar yang dihadapi oleh siswa.

1. Pengamatan prilaku belajar.

Sekolah merupakan pusat pembelajaran, guru bertindak membelajarkan dan siswa betindak belajar. Tindakan belajar tersebut dilakukan oleh siswa.
Sebagai lazimnya tindakan seseorang, maka tindakan tersebut dapa diamati sebagai perilaku belajar. Sebaliknya, tindakan belajar tersebut terutama dialami oleh siswa sendiri. Siswa mengalami tindakan belajarnya sendiri sebagai suatu proses belajar yang berjalan dari waktu ke waktu. Siswa dapat menghentikan sendiri, atau mulai belajar lagi.
Guru sebagai pembelajar bertindak Membelajarkan, dengan mengajar. Guru selaku pengamat melakukan pengamatan terhadap prilaku Siswa. Dalam pengamatan-pengamatan tersebut, guru juga mewawancarai siswa atau teman belajarnya. Jadi ada perbedaan peran guru yaitu peran membelajarkan dan peran mengamat untuk menemukan masalah-masalah belajar. Bila masalah siswa ditemukan, maka sebagai pendidik guru berusaha membantu masalah belajar.
Peran pengamatan prilaku belajar dilakukan sebagai berikut :
a. Menyusun rencana pengamatan. seperti tindakan belajar kelompok atau belajar sendiri atau yang lain
b. Memilih siapa yang akan diamati. Meliputi beberapa orang siswa.
c. menentukan beberapa lama berlangsung nyapengamatan seperti dua, tiga atau empat bulan.
d. Menentukan hal-hal apa yang akan diamati seperti cara siswa membaca, cara menggunakan media belajar, prosedur dan proses belajar sesuatu.
e. Mencatat hal-hal yang diamati
f. Menafsirkan hasil pengamatan.
Untuk memperoleh informasi tantang pengamatan prilaku belajar tersebut, bila perlu guru melakukan Wawancara pada siswa tertentu untuk mempermudah pengamatan. Pada tempatnya guru menggunakan lembar pengamatan prilaku belajar.

2. Analisis hasil belajar

Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Hasil belajar tiap siswa dikelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Bahan mentah hasil belajar terujud dalam lembar-lembar jawaban, soal-soal ulangan atau ujian dan yang berujut karya atau benda. Bagi guru hasil belajar dikelasnya, berguna untuk melakukan perbaikan Yindak belajar dan evaluasi. Bagi siswa hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut. Oleh karena itu, pada tempat guru mengadakan analisis tentang hasil belajar siswa dikelas.



Analisis tentang hasil belajar siswa merupakan pekerjaan khusus. Hal ini pada tempatnya Dikuasai dan dikerjakan oleh guru. Dalam melakukan analisis hasil belajar guru melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Merencanakan analisis sejak awal semester sejalan dengan jalan intruksional.
b. Merencanakan jenis-jenis pekerjaan siswa dipandang sebagai hasil belajar.
c. Merencanakan jenis-jenis ujian dan evaluasi.

3. Tes hasil belajar
Adapun jenis-jenis Tes yang digunakan umumnya digolongkan sebagai tes lisan dan tes tertulis. Tes tertulis terdiri dari tes esai dan tes objektif.
Tes lisan memiliki kelebihah antara lain :
a. Penguji dapat menyesuaikan bahasa dengan tingkat daya tangkap siswa
b. Penguji dapat mengajar tingkat penguasaan siswa tentang pokok bahasan tertentu
c. Siswa dapat melengkapi jawaban lebih leluasa.

Tes tertulis memiliki kelebihan
a. Penguji dapat menguji banyak siswa dalam waktu terbatas.
b. Objektivitas pengerjaan tes terjamin dan mudah diawasi.
c. Penguji dapat menyusun soal-soal yang merata pada tiap pokok bahasan.

Tes esai memiliki kelebihan antara lain
a. Penguji dapat menilai dan meneliti kemampuan siswa bernalar.
b. Bila cara memberi angka dan kriteria jelas, maka dapat menghasilkan data objektif.







BAB IX
TRANSFER, LUPA, DAN KESULITAN BELAJAR
A. TRANSFER BELAJAR
Adalah Pemindahan informasi Pengetahuan Dan Keterampilan Siswa Sebagai Hasil Belajar Masa lalu Sering Kali Mempengahuri Proses Belajar yang Sedang Dialaminya Sekarang
Transfer dalam belajar yang lazim disebut transfer belajar (transfer of learning) itu mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar dari suatu situasi ke situasi lainnya (Rober 1988).
Pristiwa pemindahan pengruh (transfer) selalu membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap aktivitas dan hasil pembelajaran materi pembelajaran atau pelajaran atau ketampilan lain . sehingga , transfer dapat di bagi dua kategori , yakni transfer positif dan transfer negatif. Menurut theory of identical element yang dikembangkan oleh E.L Thorndike,transfer positif biasanya terjadi apabila ada kasamaan elemen antara materi yang lama dengan materi yang baru.
1 Ragam Transfer Belajar
Menrut Gagne (baca:Gaenye) seorang education psychologist (pakar psilkologi pendidikan ) tarnsfer dalam dapat digolngkan kedalam empat kategori,yaitu:(1) tansfer positif, yaitu tranfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya; (2) tranfer negatif, yaitu transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya;(3) transfer Vertikal, yatu transfer yang Berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan atau keterampilan yang lebih tinggi;(4) Transfer lateral yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan atau keterampilan yang sederajat.
Aneka ragam transfer menurut thorndike maupun Rober M. Gagne tersebut adalah sbb:
a. Transfer positif
Transfer positif dapat terjadinya dalam diri seorang siswa apabila guru memebantu untuk belajar dalam situasi tertentu yang mempermudah siswa tersebut belajar dalam situasi-situasi lainnya.
b. Tranfer negatif
Transfer negatif dapat dialami siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak terhadap keterampilan atau pengetuan yang dipelajari dalam situasi-situasi lainya.
c. Transfer vertikal
Transfer vertikal terjadi dalam diri seorang siswa apabila pelajaran yang telah dipelajarai dalam situasi tertentu membantu siswa tertentu dalam menguasai pengetahuan atau keterampilan yang lebih tingi atau rumit.
d. Transfer lateral.
Trnsfer lateral terjadi dalam diri seorang siswa apabila ia mampu menegunakan materi yang tegelah dipelajari untuk mempelajari materi yang sama kerumitanya dalam situasi-situasi yang lain dalam hal ini perubahan waktu dan tempat yang mempengaruhi mutu hasil siswa belajar siswa tertentu.

2. Terjadinya Trnsfer Belajar Positif
Diatas telah penyusun uraikan secukupnya mengenai arti Trnsfer positif dan signifikasi bagi kegiatan belajar siswa.Transfer positif, akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama mirip dengan situasi sehari-hari yang akan ditempati siswa tersebut kelak dalam mengaplikasi pengetahuan dan keterampilan yang telah ia pelajari disekolah.ransfer positif dalam pengertian seperti inilah sebenarnya yang perlu diperhatikan guru, menginat tujuan pendidikan secara umum adalah terciptanya sumber daya manusia berkualitas yang adaptif.
Menurut teori yang dikembangkan Thorndike, seperti yang telah penyusun singung dimuka,transfer positif hanya akan terjadi apabila memiliki kesamaan unsur. Teori kesamaan unsur ini telah memberi pengaruh besar terhadap polah pengembangan kurikulum diamerika serikat beberapa puluh tahun yang lalu(Cross,1974)
Dalam perspektif psikologi masa kini, mekanisme transfer.positif ala Thorndike yang telah terlanjur diyakini banyak pakar itu ternyata hanya isapan jempul belaka. Singley& Anderson(1990) misalnya, sangat menggunakan teori yang mengganggap transfer sebagai peritiwa spontan dan mekanis ( asal ada kesama elemen ) seperti yang diyakini orang selama ini.keraguan itu timbul karena para ahli kognitif(cognitivists) telah banyak menemukan perisitiwa transfer positif yang sangat mencolok antara kedua keterampilan yang memiliki unsur yang saangat berbeda, namun memiliki stuktur logika yang sama.
Beredasarkan hasil-hasil riset kognitif antara lain seperti diatas, Anderson (1990) yakin bawa transfer positif yang hanya terjadi pada diri seorang siswa apabila dua wilayah pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari siswa tersebut menggunakan dua fakta dan pola yang sama, dan membuahkan hasil yang sama pula.
Sesungguhnya transfer itu merupkan perisitiwa kognitif ( ranah cipta/akal) yang terjadi karena belajar. Jadi belajar dalam hal ini seyogyanya dipandang sebagai keadaan sebelum transfer atau persyaratan adanya transfer. Dengan demikian, anggap bahwa trnsfer itu spontan dan mekanis (seperti mesin atau robot) sebenarnya berlawanan dengan hakikat belajar itu sendiri, yakni perubahan siswa yang sedikit atau banyak selalu melibatkan aktivitas ranah kognitif.
Trnsfer negatif, menurut Aderson (1990 dan Lawson 1991 ) tak perlu dirisaukan lantaran sangat jarang terjadi. Kesulitan belajar siswa selama ini yang diduga terjadi krena daanya transfer negatif, sebenarnya masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Sebab, semantara ini ganguan konflik( interferce) antaringatan fakta dalam memori manusia hampir tak pernah terjadi atau mengganggu perolehan ketrampilan baru .Alhasil,kesulitan belajar yang dialami siswa mungkin disebabkan oleh faktor -faktor antara lain seperti dibahas segera setelah pembahasan ini usai.

3. Transfer Dari Shor-Tern Memory Ke Long-Term Memory
Menurut Stemberg (2006),baqnyak kiat yang sangat sama lain berkaitan dan secara psikologi dapat membantu transfer pengetahuan dari memori jangka pendek/sementara memori jangka panjang /permanen ,antara lain consolidation ,metamemory ,dan rehearsal.
a.consolidation. dalam melakukan konsolid,siswa hendaknya mengintegrasikan pengetahuan/ informasi baru dengan pengetahuan/informasi yang sebelumnya telah ada dalam ingatan memori.

b. Metamemory. Dalam meningkatkan keberhasil konsolidasi diperlukan adanya metamemory strategy. metamemory secara sederhana merupakan berarti diatas diluar kelaziman memori dan ia merupakan salah satu komponen metacognition. Strategi metamemory dapat berupa mnemonic devices, yakni bermacam-macam alat rekayasa akal.

c. Rehearsal. Hafalan/menghafal (rehearsal)baik secara overt(terbuka/dengan suara keras) maupun secara content (tersembunyi/tidak mendengar) merupakan salah satu cara yang baik dalam memperhahankan informasi dan pengetahuan dalam memori.



B. Lupa Dan Kejenuhan Belajar
1.Peristiwa Lupa dalam Belajar
Menurut teori kognitif apapun yang kita alami dan pelajari, kalau memang sistem akal kita mengelolanya dengan cara yang memadai,semuany akan tersimpan dalam subsistem akal permamen.
Acapkali terjadi,apa yang telah dengan tekan justru sukar diingat kembali dan mudah terlupakan, Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksikembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari secara sederhana,Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefisikan lupa sebagai ketidak kemaupun mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Dengan demikain, lupa bukanlah perisitiwa hilangnya iem informasindan pengetahuan dari akal kita.
Witting (1981) menyimpulkan berdasarkan penelitiannya, perisitiwa lupa yang dialami seorang tak mungkin dapat diukur secara langsung. Sering kali,apa yang dinyatakan telah terlupakan oleh seorang siswa justru dikatakan.
a. Faktor-faktor penyebab lupa.
1) Lupa dapat terjadi karena ganguan konflik antara iem-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa.
2) Lupa dapat terjadi pada seoprang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini tejadi karena kemungkin, yakitu:
a) Karena item informasi yang diterma siswa kurang menyenangkan, sehinga kealam ketidak sadaran;
b) Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telahada, jadi sama dengan fenomena retroatif;
c) Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan kealam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah dipergunakan.
3) Lupa dapat terjadi pad siswa' karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Anderson,1990).
4) Lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu.
5) Menurut Law of Disuse (Hligard& Bower 1975), lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakn atau dihafalkan siswa.
6) Lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat starat otak.

b. kiat mengurangi lupa dalam belajar
kiat terbaik untuk mengurangi belajar adalah dengan cara meningkatkan daya akal siswa. Banyak ragam kiat yang dapat dicoba siswa dalam meningatkan daya ingatanya, antara lain menurut Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990) adalah sbb:
1) Overlerning
Overlerning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebih batas penguasan dasar atas materi pelajaran tertentu.Overlerning terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa mempelajari respons tersebut dengan cara diluar kebiasaan.
2) Extra study Time
Extra study Time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi (kekerapan) aktivitas belajar.
3) Mnemonice device
Mnemonice device (muslihat memori) yang sering juga hanya disebut Mnemonice itu berarti kiat khusus yang dijadi " alat pengiat" mental untuk memasukkan item-item informasi kedalam sistem akal siswa. Muslihat mnemonic ini banyak ragamnya, tetapi yang paling menonjol adalah sebagaimana terurai dibawah ini:
a) Rima(Thyme),yakni sajak yang dibuat sedemikian rupa, isinya terdiri atas kata dan istilah yang diingat siswa. Nyanyi anak-anakTK yang berisi pesan-pesan moral dapat diambil sebagai contoh penyusunan rima mnemonik.
b) Singkatan, yakni terdiri atas huruf-huruf atau istilah yang harus diingat siswa.
c) Sistem kata pasak (peg word system), yakni sejenis mnemonik yang menggunakan komponen-komponen yang sebelumnya telah dikusai sebagai pasak(paku) pengait memori baru. Seperti:darah,lipstik; pemasangan langit dan bumi: neraka dan kata/istilah lain memiliki kesaman watak(warna,rasa dan seterusnya).
d) Metode lesai(method of loci), yakni kiat mnemonik yang menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai sarana penempatan kata dan istial tertentu yang harus diingat siswa. Kata"Loci" sendiri adalah jamak dari kata"locus"artinya tempat.
e) Sistem kat kunci(key word system).kiat mnemonik yang satu ini relatif tergolong baru dibandingkan dengan kiat-kiat mnemonik lainnya.

f) Pengelompokkan
maksudnya kiat pengelompokkan( clustering) ialah menata ruang item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut mewmiliki signifikan dan lafal yang sama atau sangat mirip.
g) Latihan terbagi
Lawan latihan terbagi (distribusted practice) adalah latihan terkumpul (mased practice)yang sudah dianggap tidak efektif karena mendorong siswa melakukan cramming. Dalam hal latihan terbagi siswa melakukan latihan-latihan dengan alokasi waktu yang yang pendek dan dipisah-piashkan diantra waktu-waktu istirahat.Upaya demikian dilakukan untuk menghindari cramming, yakni belajar banyak materi tergesa-gasa dalam waktu yang singkat.
h) Pengaruh letak bersambung
Untuk memperoleh efek positif pengaruh letak bersambung(the serial position effect), siswa dianjurkan menyusun daptar kata-kat,(nama,istilah dan saebagainya) yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat.
1) Tingkatan motivasi belajar parasiswa dengan menyadarkan mereka akan tujuan instruksional yang harus mereka capai.
2) Selalu menunjukkan unsur-unsur pokok sebelum menunjukan unsur-unsur penunjang yang relevan pelajaran yang ada sajikan.
3) Anda selalu menyajikan pkok bahasan materi yang berkaitan dengan pokok bahasan pada sesi sebelumnya dan relevan dengan pokok bahasan materi yang akan disajikan pada sesi berikutnya.
4) Jika anda menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan materi yang telah ada anda sajikan kepada seorang siswa, sebaliknya anda memperhatian hal-hal seperti dibawah ini:
a) Pertanyaanya seyogianya disampingkan dengan cara akrab dan tidak menegangkan,tetapi wibawa anda perlu tetap terjaga.
b) Pertanyaanyaan seyogianya jelas,singkat, dan tidak mengandung bermacam-macam tafsiran.
c) Pertanyaanyaan hendaknya hanya mengandung suatu masalah agar sisa memusatkan peroses sistem akal dalam mencari respons.
d) Pertanyaanyaan hendaknya tidak hanya mendorong siswa untuk memjawab "ya"'tdak" sebab dapat menghambat kreatifitis akalnya.
e) Jika seorang siswa tidak mampu menjawab, anda tidak perlu mendesaknya, sebab ia akan kehilangan muka dan ingatannya menjadi kacau.
f) Segeralah anda tawarkan pertanyan yang tak terjawab itu kepada siswa-siswa lainnya agar siswa yang taka mampu menjawab tadi dapt mengambil peljaran dari kawannya sendiri.
g) Jika seorang siswa berhasil menjawab pertanyaan, berilah pujian dan senyuman seperlunya tanpa tanpa harus bersikap melecehkan siswa yang gagal menjawab pertanyaan anda.

2. Perisitiwa Jenuh Dan Belajar
a. Definisi jenuh
secara harfiah,arti jenuh ialah padat atau penuh sehinga tidak mampu lagi memuat apapun. Kejenuhan belajar ialah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil (Reber, 1988).
Kejenuhan belajar dapat melanda seorang siswa yang kehilangan motivasi dan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan dan konsolidasi tingkat keterampilan berikutnya.
b. Faktor Penyebab dan Cara Menagatasi kejenuhan Belajar
Kejenuhan juga dapat terjadi karena proses belajar siswa telah sampai batas kemaupuan jasmaniahnya karena bosan(boring) dan keletihan(fatigue).namun,penyebab kejenuhan yang paling umum adalah keletihan yang melanda siswa,karena keletihan dapat menjadi penyebab munculnya perasaan bosan pada siswa yang bersangkutan.
Menurut Cross (1974) dalam bukunya the psychhology of Lerning,keletihan siswa dikategorikan menjadi tiga macam,yakni.1) keletihan indra siswa; 2) keletihan fisik siswa;3) keletihan mewntal siswa;.keletihan fisik dan keletihan indra-indra dalam hal in mata dan telina pada umumnya dapat dikurangi atau dihilanhkan lebih mudah setelah siswa beristirat cukup terutama tidur nyenyak dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi.sebaiknya, keletihan mental tak dapat diatas dengan cara yang serderhana cara mengatasi leletihan-keletihan lainnya. Itulah sebabnya, keletihan mental dipandang sebagai faktor utama penyebab munculnya kejenuhan belajar.
Ada empat faktor penyebab keletihan mental siswa yakni:
1. karena kecemasan siswa terhadap dampak negatif.
2. karena kecemasan siswa terhadap standar/patokan keberhasilan bidang-bidang studi tertentu yang dianggap terlalu tinggi terutama.
3. karena siswa berada ditengah-tengah situasi kompetitif yang ketat dan menutut lebih banyak kerja intelek yang berat.
4. karena siswa mempercayai konsep kinerja akademik yang optimum.
Keletihan mental dapat diatasi dengan menggunakan kiat-kiat antara lain sbb:
1. Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran yang cukup banyak;
2. Pengubahan atau penjadwalan kembali jam-jam dari hari-hari belajar yang dianggap lebih memungkinkan siswa belajar lebih giat;
3. Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar siswa.
4. Memberikan motivasi dan simulasi.
5. Siswa harus berbuat nyata (tidak menyerah atau tingal diam) dengan cara mencoba belajar lagi.

C. Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar juga oleh siswa yang kemaupuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai denagn harapan .
1. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Faktor -faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam;yakni:
a. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri.
b. Faktor ekstern siswa, yakni atau keadaan-keadaan yang muncul dari dari dalam diri siswa sendiri.
c. kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadan yang antara lain tersebut dibawah ini:
1). Faktor intern siswa
Faktor intern siswa melupati gangguan atau kekurang mampu psiko-fisik sis
a) Yang bersipat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intligensi siswa;
b) Yang berafektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
c) yang be4rsifat pdikomotor (ranah karsa),ataralain seperti terganggunya alat-alat penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).

2) Faktor eksternal siswa
Faktor eksternal siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belqajar sdiswa.lingkungan ini meliputi:
a) ingkungan keluarga
b) lingkungan perksmpungan/ masyarakat
c) Lingkungan sekolah
Ada pula faktor-faktor lain yang juga menimbulkan kesulitan belajar siswa lain ialah sindrom psikologi bereupa learning disability(ketidak mampuan belajar). Sindrom (sydrom) yang berati satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis(Reber,1988)yang menimbulkan kesulitan belajar itu sendiri atas:
a) deisleksi(dylekxia),yakni ketidak mampuan belajar membaca;
b) Disgrafia(dysgrafhia),yakni ketidak mampuan belajar menulis;
c) Diskalkulia(dyscalcusia),yakni ketidak mampuan belajar matematika.

2. Diagnosis Kesulitan Belajar
Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjur untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gelaja dengan cermat )terhadap fenomena yang menunjukan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan "jenis penyakit" yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Banyak langkah-langkah dianostik yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah produr Weener & Senf (1982) sebagaimana yang dikutip wardani (1991) Sbb:
a.Melakukan obsevasikelas;
b Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa;
c. Mewawancara orangtua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal kelurga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar;
d. Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa;
e. Memberikan tes kemampuan intelegensi (IG).





3. Kiat mengatasi Kesulitan Belajar
Beberapa langkah penting yang meliputi:
a. Menganalisis hasil diagnosis,yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa;
b. Mengindentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan;
c. Menyusun program perbaikan, khususnya program remedial teaching (pengajaran perbaikan).
Setelah langkah-langkah diatas selesai, barulah guru melaksanakan langkah selanjutnya, yakni melaksanakan program perbaikan.
a. Analisis hasil Diagnosis
Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar, bajar tadi perlu dianalisis sedemikian rupa, sehinga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang berpretast rendah itu dapat diketahui secara pasti.
b. Menentukan Kecakapan Bidang Bermasalah
Berdasarkan hal analisis tadi,guru diharapkan dapat menentukan bidang kecakapan tertentu yang diangap bermasalah dan memerlukan perbaikan.Bidang-bidang kecakapan bermasalah ini dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yakitu:
1) Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri;
2) bidang kecakapan bermasalah yang ditanda tangani oleh guru dengan bantuan orangtua;
3) Bidang kecakapan bermasalah yang tidak di tangani baik oleh guru mampupun orangtua.
c. Menyusun Program Perbaikan
Dalam Hal Menyusun Program Pengajaran Perbaikan (remedial teaching),sebelumnya guru Perlu Menetapkan hal-hal sbb:
1). Tujuan Pengajaran remedial;
2). Materi pengajaran remedial;
3). Metode pengajaran remedial;
4). Evaluasi kemajuan siswa setelah mengikuti program pengajaran remedial.

d. Melaksanakan Program Perbaikan
Setelah menyusun program perbaikan tersebut, maka diadakan program perbaikan, seperti melaksanakan remedial tersebut.
BAB X
KEDUDUKAN PENENTUAN DAN PENENTUAN
MATODE DALAM PENGAJARAN
A. Kedudukan Metode Dalam Belajar Mengajar.
Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan iteraksi unsur-unsur manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Guru dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar bergairah bagi anak didik. Salah satu usaha yangt tidak pernah guru tinggalkan adalah bagai mana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi kebersihan kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analisis yang dilakukan, lahirnya pemahaman tentang kedudukan metode sebagai alat motivasi sebagai setrategi pengajaran dan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
1. Metode Sebagai Alat Motivasi Ekstrinsik
Sebagai salah satu komponen pengajaran,matode menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen yang lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Ini berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagai alat motevasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar.
Menurut Sardiman, A. M (1988;90) adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena ada perangsang dari luar. Karena itu metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang.
Tujuan instruksional adalah pedoman yang multak dalam pemilihan metode. Guru jarang sekali mengunakan satu metote karena mereka menyadari bahwa semua metode ada kebaikan dan kelemahanya. Penggunaan satu metode lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang membosankan bagi anak didik.
2. Metode Sebagai Strategi Pengajaran
Dalam kegiatan belajar mengjar tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relative lama. Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam. Factor inteligensi mempengaruhi daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Terhadap perbedaan daya serap anak didik sebagai mana yang telah disebutkan bahwa memerlukan strategi pengajaran yang tepat.
Karena itu, dalam kegiatan belajar mengajar menurut Dra. Roestiya, N,K (`1989;1), guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, agar tercapainya tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah menguasai teknik-tiknikpenyajian yang biasa disebut metode mengajar.
3. Metode Sebaga Alat Mencapai Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan juga adalah pedoman yang memberi arah kemana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Gurupun tidak bisa membawa kegiatan belajar mengajar sekehendak hatinya dan mengabaikan jutuan yang telah dirususkan.
Tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah tercapai selama komponen-komponen lainnyaq tidak diperlukan, salah satunya adannya adalah metode. Metode adalah satu alat utuk mencapai tujuan. Metode juga adalah suatu jalan pengajaran menuju tujuan. Ketika tujuan dirumuskan agar anak didik memiliki ketrampilan tertentu, maka metode yang digunakan harus sesuan dengan tujuan.

B. Pemilihan dan Penentuan Metode
Jarang sekali terlihat guru merunuskan tujuan dengan satu rumus saja, tetapi pasti guru merumuskan tujuan dengan lebih dari satu rumusan. Berikut ini akan kita coba membahas masalah pemilihan dan penentuan metode dalam kegiatan mengajajar dengan uraian yang bertolak dari nilai stratigi metode, efektifitas penggunaan metode pentingnya pemilihan dan penentuan metode, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pengajaran.
1. Nilai Strategi Metode
Didalam interaksi edukatif antara dan anak didik, ketika guru menyampaikan bahan pelajaran kepada anak didik di kelas. Bahan pelajaran yang guru berikan akan kurang memberikan dorongan kepada anak didik bila penyampaiannya menggunakan strategi yang kurang tepat.
Bahan pelajaran yangdisampaikan tanpa memperhatikan pemakaian metode justru akan mempersulit bagi guru dalam mencapai tujuan pengajaran. Guru sebaiknya memperhatikan dalam pemilihan dan pene3ntuan metode sebelum kegiatan belajar mengajar dilak sanakan.
2. Efektifitas Penggunaan Metode
ketika anak anak didik tidak mampu berkonsentrasi atau ketika semangat anak didik sedang berkurang ketika sebagian besar anak didik tidak menguasai bahan yang telah guru sampaikan, ketika itulah guru mempertanyakan faktor penyebabnyaq dan berusaha mencari jawabannya secara tepat penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan me4njadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Cukup banyak bahan pelajaran yang terbuang dengan percuma hanya karena penggunaan metode menurut kehendak guru dan mengabaikan kebutuhan anak didik, fasilitas dan situasi tempat belajar mengajar.
Karena itu, efektifitas penggunaan metode dapat terjadi bila ada kesesuaian antara metode dengan semua komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam satuan pengajaran sebagai persiapan tertulis.
3. Pentingnya Pemilihan dan Penentuan Metode
Apapun yang termaksut perangkat progam pengajaran ditunut secara multak untuk menujang tujuan. Guru tidak dibenarkan mengajar dengan kemalasan, anak didik pun diwajibkan menpunyai kreatvitas yang tinggi dalam belajar, bukan selalu menanti perintah guru. Kedua unsure tersebut juga beraktivitas tidak lain karena ingin mencapai tujuan secara efektif dan efesien.
Kegagalan guru mencapai tujuan pengajaran akan terjadi jika pemilihan dan penentuan metode tidak dilakukan dengan pengenalan tehadap karakteristik dari masing -masing metode pengajaran karena itu, yang terbaik guru dilakukan adalah mengetetahui kelebihan dan kelemahan dari beberapa metode pengajaran yang akan dibahas dalam uraian-uraian selanjutnya.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode
Dalam pandangan yang sudah diakui kebenarannya menyatakan, bahwa setiap metode mempunyai sifat masing-masing baik mengenai kebaikan -kebaikan maupun keleman-kelemahannya. Guru akan lebih muda menetapkan metode yang paling serasi untuk situasi dan kondisi yang husus dihadapinya,jika memahami sifat-sifat masing-masing metode tersebut. Winarno surakhmad (1990; 97) mengatakan, bahwa pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Anak Didik
Anak didik adalah, manusia berfotensi yang menghajatkan pendidikan. Gurulah yang akan mendidiknya diruang kelas guru akan berhadapan dengan anak didik dengan latar belakang kehidupan yang berlainan. Jika pada aspek biologis ada persamaan dan perbedaan, maka pada aspek intelektual juga akan ada pebedaan. Para ahli sepakat bahwa secara intelektual anak didik selalu menunjukan perbedaan. Hal ini terlihat dari cepat tangkapnya anak didik terhadap rangsangan yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar dan lambatnya tanggapan anak didik terhadap rangsangan yang diberikan guru.


b. Tujuan
tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar mengajar. Tujuan dalam pennndidikan dan pengajaran berbagai-bagai jenis dan fungsinya. Perumusan tujuan instruksional husus, misalnya akan mempengaruhi kemampuan yang bagai mana yang terjadi pada diri anak didik. Metode yang dipilih guru pun harus sesuai dengan tarap kemampuan yang hendak diisi kedalam diri anak didik.
c. Situasi
Situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan itu tidak selamanya sama dari hari ke hari. Suatu saat guru pun ingin menciptakan situasi belajar mengajar dialam terbuka, yaitu diruang kelas. Dalam hal ini tentu saja guru telah memilih metode mengajar untuk membelajarkan anak didiknya, yaitu metode prolem shoving. Demikianlah situasi yang diciptakan oleh guru mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.
d. Guru
setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Seorang guru yang bertitel sarjana pendidikan dan keguruan, berbeda derbeda denjgan guru yang sarjana bukan pendidikan bukan pendidikan dan keguruan dibidang penguasaan ilmu pendidikan dan keguruan. Latar belakang pendidikan guru diakui mempengaruhi kopetensi. Kurangnya penguasaan terhadap berbagai jenis metode menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode. Dengan demikian telah dipahami pula bahwa kepribadian, latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.

C. Macam-Macam Metode Mengajar
Metode-metode mengajar yang akan diuraikan, yaitu sebagai berikut ini:
1. Metode Proyek
Metode proyerk adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang behubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna. Pemecahan dari setiap masalah perlu melibatkan bukan hannya satu mata pelajaran, melainkan hendaknya melibatkan berbagai mata pelajaran yang ada kaitannya dan sumbangannya bagi pemecahan masalah tersebut


a. kelelebihan dari metode proyek:
1) Dapat memperluas Pemikiran siswa yang berguna dalam mengadapi masalah kehidupan;
2). Dapat membina siswa dengan kebiasaan menarapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari secara terpadu.
3). Metode ini sesuai dengan prinsip-prinsip didaktik modern yang dalam pengajaran perlu diperlukan:
a).Kemampuan individual siswa dan kerja sama dalam kelompok,
b).Bahan pelajaran tak terlepas dari kehidupan riel sehari-hari yang penuh dengan masalah;
c).Penggembangan aktivitas, kreativitas,dan penggembangan siswa banyak
dilakukan;
d).Agar teori dan praktik, sekolah dan kehidupan masrayakat menjadi satu
kesatuan yang tak terpisahakan.

b. Kekurangan dari metode proyek:
1) Kurikulum yang berlaku diindonesia belum menunjang pelaksanaan metode ini;
2) Pemilihan topik unit yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa, cukup fasilitas dan sumber-sumber belajar yang diperlukan, bukanlah merupakanpekerjaan yang yangmudah;

2. Metode Eksperimen
Membuat Eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari
Kelebihan dari metode Eksperimen:
1) Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaanya;
2) Dalam membina siswa untuk membuat terobos-terobosan baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia;
3) Hasil -hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat islam.
b).kekurangan Eksperimen
1) Metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi;
2) Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan mahal;
3) Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan;
4) Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada diluar jangkauan kemampuan atau pengendalian.

3. Metode Tugas Dan Resitasi
Metode resitasi (Penugasan) adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.
Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak sementara waktu sedikit.Artinya, banyaknya bahan yang tersedia dengan waktu kurang seimbang.Agar bahan pelajaran selesai sesuai dengan waktu yang ditentukan,maka metode inilah yang biasanya guru gunakan untuk mengatasinya.
Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar, baik secara individual maupun secara kelompok. Karena itu, tugas dapat memberikan secara individual,atau dapat pula sekelompok.
Tugas yang dapat diberikan kepada anak didik ada berbagai jenis.Karena itu, tugas sangat banyak macamnya, bergantung pada tujuan yang akandicapai;seperti tugas meneliti,tugas menyusun laporan(lisan/tulisan), tugas motorik(pekerjaan motorik), tugas dilaboratorium,dan lain-lain.
Ada langkah-langkah yang harus diikuti dalam penggunaan metode tugas atau resitasi,yaitu:
a. Fase Pemberian Tugas
1) Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangan:
2) Tujuan yang akan dicapai.
3) jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut.
4) Sesuai dengan kemaupun siswa ada petunjukan atau sumber yang dapat.
5) Membantu pekerjaan siswa.
6) Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.
b.Langkah Pelaksanaan Tugas
1) Diberikan bimbingan / pengawasan oleh guru.
2) Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja.
3) Diusahakan /dikerjakan oleh siswa sendiri.
c.Fase Mempertanggung jawabkan
Hal yang harus dikerjakan pada fase ini:
1) Laporan siswa baik lisan/ tertulis dari apa yang telah dikerjakan.
2) Ada tanya jaan/ diskusi kelas.
3) Penilaian hasil pekerjaan siswa.

a. Kelebihannya:
1) Lebih merangsang siswa dalam melakukan kuativitas belajar individu ataupun kelompok.
2) Dapat mengembang kemandirian sisa diluar pengawasan siswa.
3) Dapat membina tanggung jawab dan dispin siswa.
4) Dapat menggembangkan kreativitas siswa.

b.Kekurangan:
1) Siswa sulit dikontrol, apakah benar ia yang mengajarkan tugas ataukah orang lain.
2) Khusus untuk kelompok, tidak yang aktif mengerjakan dan menyesaikannya adalah anggota teretentu saja, sedangkan anggota lainnya tidak berpartipasi dengan baik.
3) Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa.
4) Sering memberikan tugas yang menonton.

4. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa-siswi diharapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pertanyaan atau pertanyaan yang bersipat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
a. Kebaikan Metode Diskusi
1) Merangsang kerativitas anak didik
2) Mengembangkan sikap mengenghargai pendadat orang lain.
3) Memperluas wawasan.
b. Kekurangan Metode Diskusi
1) Pembicaraan terkadang menyimpang.
2) Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar.
3) Peserta mendapat informasi yang terbatas.
4) Mungkin dikuasi oleh orang-orang yang suka berbicara atau ingin menonjolkan diri.

5.Metode Sosiodrama
Metode sesiodrama dan role playing dapat perasanan dapat dikatakan sama artinya, dan dalam pemakaiannya sering disilih gantikan.
Tujuan penggunaan metode sosiodrama antara lain adalah:
a. Agar sisa menghayati dan menghargai perasan orang lain.
b. Dapat belajar bagaimana berbagai tanggung jawab.
c. Dapat belajar bagaimana mengambil tanggung keputusan dalam situasi kelompok secara spontan.
d. merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Petunjuk guna menggunakan metode sosiodrama adalah:
a. Tetap dahulu masalah-masalah sosial yang menarik perhatian siswa.
b. Ceritakan kepada Kelas(siswa) mengenai isi dari masalah-masalah dalam konteks cerita tersebut.
c. Tetap siswa yang dapat atau yang tersedia untuk memainkan peranannya didepan kelas.
d. Jelaskan kepada pendengar mengenai peranan mereka pada waktu sosiodrama sedang berlangsung.
e. Beri kesempatan kepada para pelaku untuk berunding sebelum mereka memainkan peranannya.
f. Akhiri sosiodrama pada waktu situasi pembicaraan mencapai ketegangan.
g. Ahiri sosiodrama dengan diskusi kelas untuk bersama-sama memecahkan persoalan.
h. Menilai sosiodrama tersebut sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut.

a. Kelebihan Metode Sosiodrama
1) Siswa melatih dirinya untuk melatih,memahami,dan mengingat isi bahan yang akan didramakan.
2) Siswa akan melatih untuk berinisitif dan berkreatif.
3) Bakat siswa dipupuk sehingga memungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah.
4) Kerja sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina.
5) Siswa memperoleh kebiasan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya.
6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain.
b. Kelemahan Metode Sosiodrama
1) Sebagian besar anak yang tidak ikut berain drama mereka menjadi kurang kreatif.
2) Banyak memakan waktu.
3) memerlukan tempat yang cukup luas.
4) sering kelas lain terganggu oleh suara para pemain dan para penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan, dan sebagainya,
6. Metode Demontrasi
Metode demontrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan.
a. Kelebihan Metode Demontrasi
1) Dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelasan lebih konkret.
2) Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari
3) Proses pengajaran lebih menarik.
4) Siswa merangsang untuk aktif mengamati, menyesaikan antara teori dengan kenyataan dan mencoba melakukannya sendiri.
b.Kekurangan Metode Demontrasi
1) Metode ini memerlukan keterampilan guru secara khusus, karena tanpa ditujang dengan hal itu,pelaksanaan demontrasi akan tidak efektif.
2) Fasilitas yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik.
3) Memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang dan memerlukan waktu yang cukup lama.
7. Problem Metode Solving
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar mengajar, tetai juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai ini dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. Penggunaan metode ini dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan.
b. Mencari data atau keterangan yang memecahkan masalah tersebut.
c. Menetapkan jawaban sementara dari dari msalah tersebut.
d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut.
e. Menarik kesimpulan.
1. Kelebihan Metode Problem Solving
a) Dapat membuat pendidikan disekolah menjadi lebih relevan dengan dunia kerja.
b) Dapat membiaskan para siswa menghadapi permasalahan didalam kehidupan dalam kelurga, masrayakat, dan bekerja kelak.
c) Merangsang perkembangan kemaupun berpikiran secara kreatif dan menyuluh,karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.
2.Kekurangan Metode Problem Solving.
a) Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuao dengan tingkat berpikir siswa.
b) Sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain.
c) Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan dengan mendengarkan dan menerima informasi dan guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok,yang terkadang-kadang memerlukan berbagai sumber,belajar, merupakan kesulitan bagi siswa.

8. Metode Karyawisata
Karyawisata adalah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajar siswa kesuatu tempat atau objek tertentu diluar sekolah untuk mempelajari/menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu, suatu bengkel mobil
a. Kelebihan Metode Karyawisata .
1) Karyawisata memiliki prinsip pengajaran modern yang memanfaafkan lingkungan nyata dalam pengajaran.
2) Membuat apa yang dipealajari disekolah lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan di masrayakat
3) Pengajaran ini dapat merangsang kretivitas siswa.
4) Informasi sebagai bahan pengajaran lebih luas dan aktual.

b. Kekurangan Metode Karyawisata
1) Fasilitas dan biaya yang digunakan sulit untuk disedaiakan oleh siswa atau sekolah.
2) Sangat memerlukan ersiapan atau perencanan yang matang.
3) Memerlukan koordinasi dengan guru serta bidang studi lain agar tidak terjadi tumpang tindih waktu dan kegiatan selama karyawisata.
4) Dalam karyawisata sering untuk rekreasi menjadi lebih prioritas dari pada tujuan utama, sebagai unsur studi menjadi terabaikan.
5) Sulit mengatur siswa yang banyak dalam perjalanan dan mengarahakan mereka kepada kegiatan studi yang menjadi permasalahan.

9. Metode Tanya jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyanan yang harus dijawab, terutama dari guru keadaan siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru.
a. Kelebihan Metode Tanya Jawab
1) Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa.
2) Merangsang siswa untuk melatihan mengembangkan daya berpikir, termasuk daya ingatan.
3) Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukkan pendapat.

b. Kekurangan Metode Tanya Jawab
1) Siswa merasa takut, apalagi bila guru dapat mendorong siswa untuk berani,dengan menciptakan suasana.yang tidak tegang, melainkan akrab.
2) Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikr dan mudah dipahami siswa.
3) Waktu sering banyak terbuang, terutama apabila siswa tidak dapat menjawab pertanyaan sampai dua atau tiga orang.
4) Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak mungkin cukup untuk memberikan pertanyan kepada setiap siswa.

10.Metode Latihan
Metode latihan disebut juga metode traninig,merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasan-kebiasaan tertentu. Metode itu dapat juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, kecepatan,kesempatan,dan keterampilan.
a. Kelebihan Metode Latihan
1) Untuk memperoleh kecakapanmotoris,seperti menulis,melafalkan huruf, kata-kata atau kalimat,membuat alat-alat,menggunakan alat-alat (mesin permainan dan atletik)dan keterampilan menggunakan peralatan olahraga.
2) Untuk memperoleh kecakapan mental seperti dalamperkalian,menjumlah,pengurangan, pembagian,tanda-tanda (simbol) dan sebagainya.
3) Untuk memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat,seperti hubungan hurup-hurup dalam ejaan, penggunaan simbol, membaca peta,dan sebagainya.
4) Pembentukan kebiasan yang dilakukan dan menambah ketepatan serta kecakapan pelaksanaan.
5) pemanfaataan kebiasaan-kebiasaan yang tidak memerlukan konsentrasi dalam pelaksanaannya..
6) Pembentukan kebiasan-kebiasan membuat gerakan-gerakan yang kompleks,rumit menjadi lebih otomatis.
b. kekurangan Metode Latihan
1) Menghambat bakat dan inisiatif siswa,karena siswa lebih banyak dibawa kepada penyesaian dan diarahkan jauh dari pengertian.
2) Menimbulkan penyesaian secara statis kepada lingkungan.
3) Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang menonton,mudah membosankan.
4) Membentuk kebiasan yang kaku, karena bersipat otomatis.
5) Dapat menimbulkan verbalisme.

11. Metode Ceramah
Metode ceramah dalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional,karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat dalam proses belajar mengajar.
Metode ceramah adalah penyajian pelajaran yang dilakuakan guru dengan penutupan atau penjelasan lisan secara langsungterhadap siswa.
a. Kelebihan Metode Ceramah
1) Guru mudah mengusai kelas.
2) Mudah mengorganisasikan tempat duduk /kelas.
3) Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar.
4) Mudah mempersiapkan dan melaksanakankanya.
5) Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik
b.Kekurangan Metode Ceramah
1) Mudah menjadi varbalilisme (pengertian kata-kata)
2) Yang visual menjadi rugi, yang auditif (mendengar) lebih besar menerimanya.
3) Bila selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan.
4) Guru menyimpulkan bahwa mengertian dan tertarik pada ceramahnya,ini sukar sekali.
5) Menyebabkan siswa menjadi pasif.

D. Praktik Penggunaan Metode Mengajar
Dalam praktiknya, metode mengajar tidak digunakan sendiri-sendiri tetapi merupakan kombinasi dari beberapa metode mengajar. Berikut akan dikemukkan kemungkinan kombinasi metode mengajar.
1. Crama,Tanyajawab dan Tugas
Tanya jawab diperlukan untuk menngetahui pemahaman siswa terhadap apa yang telah disampaikan guru melalui metode cerama. Untuk lebih memantapkan penguasaan siswa terhadap bahan yang disampaikan, maka pada tahap selanjutnya siswa diberi tugas misalnyan membuat kesimpulan cerama, diskusi dan sebagainya.
2.Cerama, Diskusi dan Tugas
Penggunaan jenis mengajar ini dapat dilakukan dengan pemberian informasi kepada siswa tentang bahan yang akan di diskusikan oleh siswa. Cerama dimaksutkan untuk memberikan penjelasan mengenai bahan yang akan dibahas dalam diskusi, sehingga diskusi dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Siswa diberikan beberapa tugas diskusi yang harus didiskusikan.
3. Cerama, Problem solving dan Tugas
Saat seseorang guru memberikan pelajaran kepada siswa adakalanya timbul suatu persoalan yang tidak dapat dipecahkan dengan hanya penjelasan secara lisan melalui cerama. Untuk itu guru perlu menggunakan metode pemecahan masalah sebagai jalan keluarnya. Kemudian diakhiri dengan tugas-tugas baik individu maupun kelompok.
4. Ceramah, Sosiodrama Dan Diskusi
Ceramah mengenai masalah sosial yang akan didemontrasikan penting sekali dilaksanakan sebelum melakukan sosiodrama.
Sosiodrama adalah sandirawa tanpa naskah(skrit) dan latihan terlebih dalulu dilakuakan secara spontan
5. Ceramah Problem Solving Dan tugas.
Pada saat guru memberikan pelajaran pada siswa, ada kalanya timbul suatu persoalan /masalah yang tidak dapat diselasaikan dengan hanya penjelasan secara lisan melalui ceramah. Untuk itu guru perlu menggunakan metode pemecahan masalah atau problem solving, sebagai jalan keluarnya. Kemudian diakhiri dengan tugas-tugas ,baik individu maupun kelompok,sehingga siswa melakukan tukar pikiran memecahkan masalah yang dihadapinta.
6.Ceramah,Demontrasi Dan Latihan
Metode latihan umumnya digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari bahan yang dipelajari.Metode ceramah dapat digunakan sebelum ataupun sesudah latihan dilakukan.
Anak didik dibagi menurut kelas.kelas 1,2,3 dikumpulkan menurut tingkatan masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak dididik yang dikumpulkan didalam akan mempengaruhi suasana kelas sehingga mengpengaruhi suasana evaluasi yang dilaksanakan .






















BAB XI
PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru selalu bermula dari dan bermula pada komponen-komponen pembelajaran yang tersurat pada kurikulum. Bagian utama ada pendidikan formal yang syarat mutlaknya adalah adanya kurikulum sebagai pedoman. Guru dapat dikatakan sebagai pemegang penting dalam pengimplementasian kurikulum baik dalam rancangan maupun tindaknya.
A. Kurikulum dan Landasan Pengembangan Kurikulum
1. Pengertian Kurikulum
Kata kurikulum berasal dari satu kata bahasa latin uang berarti jalur pacu dan secara tradisional kurikulum sekolah disajikan seperti itu ibarat jalan bagi orang lebih lanjut zais mengemukakan berbagai pengertian.
Kurikulum sebagai pembelajaran.
b) Kurikulum sebagai isi pembelajaran.
c) Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan.
d) Kurikulum sebagai pengalaman dibawah tanggung jawab disekolah.
e) Kurikulum sebagai suatu rencana untuk di lasanakan.

Sedangkan taner mengemukakan konsep-konsep
a) Kurikulum sebagai pengetahuan yang di organisasikan.
b) Kurikulum sebagai modus belajar.
c) Kurikulum sebagai arena pengalaman.
d) Kurikulumsebagai pengalaman.
e) Kurikulum sebagai pengalaman pelajar berbimbing.
f) Kurikulum sebagai kehidupan terbimbing.
Pengertian kurikulum menurut zais :
a) Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah seperti kita ketahui bersama kurikulum merupakan syarat mutlak dalam pendidikan formal boleh dikatakan tidak ada pendidikan formal tanpa adanya kurikulum.
b) Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran kurikulumjalan sebagsai meraih ijazah mengisyaratkan adnya jumlah mata pelajaran dibidang studi dan isi pelajaran yang harus diselesaikan siswa selain itu jika ada orang bertanya : apa kurikulumnya sering di jawab bahwa urikulumnya adalah pmp, bahasa dan yang lainnya.
c) Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajarn weneecofi mengemukakan secara jelas menunjukkan kepadakita bahwa kurikulum didepinisikan sebagai suattu rencana yang di kembangkan untuk mendukung proses mengajar belajar didalam arahan dan bimbingan sekolah akademik atau unipersitas dan parah anggota stafnya.
d) Kurikulum sebagai hasil belajr pophan dan borker mendefinisikan kurikulum sebagaia all pelenet cutcomes for hich the scolit responsible secara jelas diutarakan oleh pophan dan borker bahwa semua rencana hasil belajar yang merupakan tnggung jawab sekolah adalah kurikulum.

2. Landasan Pengembangan Kurikulum.
a) Landasan filosofis pendidikan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan melalui pendidikan seluasluasnya, filsafat boleh di definisikan sebagai suatu studi tentang hakikat realitas hakikat ilmu pengetahuan, hakikat sistem nilai, nilaai kebaikan, nilai keindahan, dan hakikat pikiran yang ada dalam masyarakat, untuk landasan filosofi pengembangan kurikulum di indonesia.
b) Landasan sosial budaya agama realitas sosial budaya agama yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian pengembangaan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum.
c) Landasan ilmu pengetahuan, teknologi dan semi, pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin besar. Proses pendidikan ada 3 yaiti :1. Pikiran, 2. Perasaan, 3. Kemauan, sedangkan semi bersumber pada perasaan etika.
d) Landasan kebutuhan masyarakat adnay filsapah hidup perubahan sosial budaya agama perubahan iptek dalam suatu masyarakat akan merubah pula masyarakat selain itu kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi dari masyarakrt it sendiri.
e) landasan pengembangan maasyarakat salah satu ciri dari masyarakat adalah selalu berkembang mungkin pada masyarakat tertentu perkembangannya sangat lambat tetapi masyarakat lainnya cepat, bahkan sangat cepat.
Pengembangan kurkulum yang trbaik adalah peroses yang meliputi banyak hal yang ini :
a) Kemudahan-kemudahan sesuatuanalisis tujuan.
b) Rancangan suatu program.
c) Penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan.
d) peralatan dalam evaluasi proses.
Agar pengembangan kurikulum dapat berhasil yang diinginkan maka dalam pengembangan kurikulum diperlukan landasan-landasan pengembangan kurikulum seperti yang tercantum pada kurikulum sd kurikulum yang mengacu pada 3 unsur:
a) Nilai dasar yang merupakan valsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya.
b) Pakta empirik yang tercermin dari pelaksanaan kurikulum baik berdasarkan penilainan studi maupun surpei lainnya.
c) Landasan teori yang menjadi arahan pengaembangan kera ka penyorotan.



B. Komponen dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
1. Komponen Kurikulum
Sebelum melaksanakan kegiatan-kegiatan pengembangan kurikulum seorang terlebihdahulu mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum gool, anobjektif, content, learning activitas evaluation komponen-komponen kurikulum sebelumnya yakni komponen kurikulum yang terdiri dari tujuan, materi, pengalaman belajar, organisasi dan evaluasi.
a.Tujuan
tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan funda mental yang peka sekali karena hasil kurekuler yang diinginkan tidak hanya mempengaruhi bentuk kurikulum, ada yang diutarakan oleh azis mengenei pentingnya tujuan adalah benar adanya karena tidak ada satupun aspek pendidikan yang lain bertentangan dengan tujuan kurikulum secara vertikal indonesia seperti terurai sebelumnya tersurat sampai dengan kurikulum yang disempurnakan.
b.Materi/pengalaman belajar.
Hal yang merupakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya disajikan secara efektif dalam kegiatan pengembangan kurikulum lebih dari itu adalah pengalaman belajar yang mampu mendukung mencapai tujuan secara lebih efektif, isi atau materikurikulum adalah semua pengetahuan keterampilan, nilai dan sikap keorganisasian dalam mata pelajaran atau bidang studi. Sedangkan pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belejar tentang didiplin berfikir dari suatu disiplin ilmu.
c.Organisasi
perbedaan belajar di sekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian secara formal, disekolah merupakan suatu rencana untuk belajar sehingga berguna bagi tujuan pendidikan masalah utama organisasi kurikulum berkisar pada ruang lingkup.
d.Evaluasi
Evaluasi merupakan komponen yang keempat merupakan aspek kegiatan pendidikan yang dipandang paling kecil, adpun peran evaluasi kurikulum secara keseluruhan baik evaluasi belajar siswa maupun kefektifan kurikulum dan pembelajaran yang dapat dibuat keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.

2.Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
Ada berbagai prinsip pengembangan kurikulum yang merupakan kaedah yang menjiwai kurikulum tersebut berbagaikan prinsip pengembangan kurikulum tersebut diantaranya :prinsip berorientasi, pada tujuan prinsip relevansi, prinsip efisiensi, prinsip efektifitas, prinsip fleksibilitas, prinsip integritas, prinsip kontinuitas, prinsip sinkronisdasi, prinsip objektifitas, prinsip demokrasi prinsip praktis.

a.Prinsip Relivansi.
Apabila pengembangan kurikulum melaksanakan pengembangan kurikulum dengan memilih jabaran komponen-komponen kurikulum agar sesuai dengsn berbagai tujuan maka pada saat itu sedang menerapkan prinsip relevansi pengembangan kurikulum, membedakan relevansi menjadi dua macam yakni :kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan kebutuhan, sedangkan relevansi kedalam yaitu terjalin relevasi diantara komponen-komponen kurikulum, tujuan, isi, proses.
b.Prinsip Komunitas.
Komponen kurikulum yakni tujuan, isi, pengalaman belajar, organisasi dan evaluasi dikembangkan secara berkesinambungan prinsip kounitas atau berkesinambungan horizontal atau secara vertikal menuntut adanya kerjjasama antara pengembangan kurikulum jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan tingggi, sedangkan berkesinambungan horizontal dapat diartikan prengembangan kurikulum jenjang pendidikan dan tingkat kelas yang sama tidak terputus-putus dan merupakan pengambangan terpadu.

c.Prinsip Fleksibilitas.
Perkembangan kurikulum harus menyadari bahwa kurikulum harus mampu disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan waktu selalu berkembang tanpa merombak tujuannya.

C. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Model Pengembangan Kurikulum Rogers
Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari model yang paling sederhana sampai dengan yang berikutnya, sebenrnya merupakan penyempurnaan dari model-model sebelumnya. Adapun model-model tersebut (ada empat model) dapat dikemukakan sebagai berikut :
Model I. Model yang paling sederhana yang menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri atas kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran). Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan adalah evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah akumulasi materi dan informasi, model tersebut merupakan model tradisional yang masih dipergunakan. Model I ini mengabaikan cara-cara (metode) dalam proses berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan urutan atau organisasi bahwa pelajaran secara sistematis, suatu hal yang seharusnya dipertimbangkan juga.
Model II. Model ini dilakukan dengan menyempurnakan model I dengan menambahkan kedua jawaban pada pertanyaan (3 dan 4) tersebut, yaitu tentang metode dan organisasi bahan pelajaran.
Dalam pengembangan kurikulum pada Model II di atas, sudah dipikirkan pemilihan metode yang efektif bagi berlangsungnya proses pengajaran. Di samping itu, bahan pelajaran juga sudah disusun secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar dan juga memperhatikan luas dan dalamnya suatu bahan pelajaran. Akan tetapi, Model II belum memperhatikan masalah teknologi pendidikan yang sangat menunjang keberhasilan kegiatan pengajaran.Teknologi pendidikan yang dimaksud adalah berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan. Buku-buku pelajaran apakah yang harus dipegrunakan dalam suatu mata pelajaran?
Alat atau media pengakaran apa yang dapat dipergunakan dalam mata pelajaran tertentu.
Model III. Pengembangan kurikulum ini merupakan penyempurnaan Model II yang belum dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan 5 dan 6, yaitu dengan memasukkan unsur teknologi pendidikan ke dalamnya.
Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran hanya akan sampai pada Model III. Padahal masih ada satu lagi masalah pokok yang harus diperhatikan, yaitu yang berkaitan dengan masalah tujuan.
Model IV. Merupakan penyempurnaan Model III, yaitu dengan memasukkan tujuan ke dalamnya. Tujuan itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang lain, baik metode, organisasi bahan, teknologi pengajaran, isi pelajaran maupun kegiatan penilaian yang dilakukan.

Model Administratif
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Model administratif sering pula disebut sebagai model “garis staf” (line staff) atau “dari atas ke bawah” (top down), karena inisiatif dan gagasan dari pada administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan (dirjen, direktur atau kakanwil pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum, yang anggotanya terdiri atas pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugasnya komisi atau tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal mendasar ini terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang seksama, administrator pendidikan menyisin komisi atau tim kerja pengembangan kurikulum. Tugas tim kerja ini adalah untuk merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajharan dan evaluasi serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi pengajar.
Setelah semua tugas ini dari tim kerja selesai, hasilnya dikai ulang oleh tim pengarah untuk mendapatkan penyempurnaan, dan jika dinilai telah cukup baik, administrator menetapkan berlakunya kurikulum tersebut dan memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Model kurikulum seperti ini mudah dilaksanakan pada negara yang menganut sistem sentralisasi dan negara yang kemampuan profesional tenaga pengajarnya masih rendah.

Model Dari Bawah (The Grass Roots Model)
Model dari bawah ini merupakan lawan dari model administratif. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum berasal dari bawah, yaitu para pengajar yang merupakan pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model ini mendasar pada anggapan bahwa penerapan suatu kurikulum akan lebih efektif jika para pelaksananya diikutsertakan pada kegiatan pengembangan kurikulum.
Pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum model ini adalah pengembangan kurikulum secara demokratis yaitu berasal dari bawah. Guru adalah perencana, pelaksana dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya, guru yang paling tahu kebutuhan kelasnya. Oleh karena itu, dialah yang kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Keuntungan model ii adalah proses pengambilan keputusan terletak pada para pelaksana, mengikutsertakan berbagai pihak bawah khususnya para pengajar.
Pengembangan kurikulum model dari bawah ini menuntut adanya kerjasama antar guru, antar sekolah-sekolah, serta harus ada kerjasama antar pihak orang tua murid dan masyarakat. Model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum.
Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model ini memungkinkan terjadinya kompetisi didalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan sehingga dapat melahirkan manusia yang lebih mandiri dan kreatif.

Model Beauchamp (Beauchamp’s System)
Sesuai dengan namanya, model ini diformulasikan oleh G.A. Beauchamp’s (1964), ia mengemukakan lima hal penting dalam pengembangan kurikulum, yaitu :Menetapkan “arena atau lingkup wilayah” yan akan dicakup oleh kurikulum tersebut,m yaitu berupa kelas, sekolah, sistem persekolahan regional atau nasional.
Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu : (1) para ahli pendidikan/kurikulum dan para ahli bidang dari luar, (2) para ahli pendidikan dari perguruan tinggai atau sekolah dan guru-guru terpilih, (3) para profesional dalam sistem pendidikan, (4) profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini untuk merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, kegiatan evaluasi dan menentukan seluruh desain kurikulum. Beauchamp membagi kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu (1) membentuk tim pengembang kurikulum, (2) mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang digunakan, (3) studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru, (4) merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan-penentuan kurikulum baru, (5) penyusunan dan penulisan kurikulum bru.
Implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum secara sistematis di sekolah.
Evaluasi kurikulum. Merupakan langkah terakhir yang mencakup empat hal, yaitu : (1) evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru, (2) evaluasi desain kurikulum, (3) evaluasi hasil belajar siswa, (4) evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum. Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum serta prinsip pelaksanaannya.





Model Terbaik Hilda Taba (Taba’s Inverted Model)
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Taba berbeda dengan cara lazim yang bersifat deduktif karena caranya yang bersifat induktif. Itulah sebabnya model ini disebut “model terbalik”. Ada lima langkah pengembangan kurikulum model taba ini, yaitu :
Mengadakan unit-unit eksperimen kerjasama guru-guru. Didalam unit eksperimen ini diadakan studi yang seksama tentang hubungan antara teori dan praktek. Ada delapan langkah kegiatan dalam unit eksperimen ini : (1) mendiagnosis kebutuhan, (2) merumuskan tujuan khusus, (3) memilih isi, (4) mengorganisasi isi, (5) memilih pengalaman belajar, (6) mengorganisasi pengalaman belajar, (7) mengevaluasi, (8) melihat sekuens dan keseimbangan.
Menguji unit eksperimen. Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui validitas dan kepraktisannya untuk kelas-kelas atau tempat lain. Mengdakan revisi dan konsolidasi terhadap hasil unit eksperimen
Menyusun kerangka kerja teoritis. Perkembangan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan yang berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan apa isi unit-unit yang disusun secara berurutan itu telah berimbang ke dalamnya dan keluasannya, dan apakah pengalaman belajar telah memungkinkan belajarnya kemampuan intelektual dan emosional.
Menyusun kurikulum, yang dikembangkan secara menyeluruh dan mendiseminasikan (menerapkan kurikulum pada daerah atau sekolah yang lebih luas).
Pengembangan kurikulum realitas dengan pelaksanaannya, yaitu melalui pengujian terlebih dahulu oleh staf pengajar yang profesional. Dengan demikian, model ini benar-benar memadukan teori dan praktek.

The Sistemic Action-Research Model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi ahwa perkembangan kurikulu merupakan perubahan sosial. Hal ini mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa, guru, struktur sistem sekola, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut, model ini menekankan pada tiga hal, yaitu : hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat serta wibawa dari pengetahuan profesional. Penyusunan kurikulum dengan memasukkan pandangan dan harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action-research.
Langkah pertama, mengadakan kajian secara seksama tentang masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian itu, disusun rencana menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah dan tindakan apa yang harus diambil.
Langkah kedua, mengimplementasi dari keputusan yang diambil dengan kegiatan mengumpulkan data dan fakta. Kegiatan ini mempunyai beberapa fungsi yaitu : (1) menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, (2) sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, (3) sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi, (4) sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.

Emerging Techical Models
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan seerta nilai-nilai efisiensi dan efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model kurikulum. Tumbuh kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya :
The Behavioral Analysis Model. Menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku / kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku yang sederhana yang tersusun secara hirarkis.
The System Analysis Model. Berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasi siswa. Langkah kedua menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil belajar tersebut. Langkah ketiga mengidentifikasi tahap-tahap hasil yang dicapai serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
The Computer-Based Model. Suatu pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit kurikulum tersebut. Stelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan kemampuanan hasil belajar siswa disimpan dalam komputer.





BAB XI
Konsep Dasar Evaluasi Belajar
A. Pengertian, Kedudukan dan Syarat-syarat Umum Evaluasi
1. Pengertian
Davis mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, untuk kerja, proses, orang, objek dan lain-lain. Wand dan Brown mengemukakan evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan nilai dari seseuatu.
Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi dengan batasan sebagai proses memberikan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Dapat disimpulkan bahva evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian. Evaluasi tidak hanya dapat dilakukan dari proses pengukuran baru melakukan penilaian tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja. Pengukuran lebih menekankan kepada proses penentuan kuantitas sesuatu melalui perbandingan dengan suatu ukuran tertentu. Sedangkan penilaian menekankan kepada proses pembuatan keputusan terhadap sesuatu ukuran baik-buruk yang bersifat kualitatif.
Pengertian evaluasi belajar dan pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan dengan melalui kegiatan penilaian/pengukuran belajar dan pembelajaran. Sedangkan pengertian pengukuran dalam kegiatan belajar dan pembelajaran adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan belajar dan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan belajar dan pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif. Pengertian belajar dan pembelajaran adalah proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan belajar dan pembelajaran secara kualitatif.

2. Kedudukan Evaluasi Dalam Proses Pendidikan.
Proses pendidikan merupakan proses kemanusiaan manusia dimana didalamnya terjadi proses membudayakan dan memberadabkan manusia. Sebagai proses transformasi, proses pendidikan dapat didiagramkan sebagai berikut:




Masukan dalam proses pendidikan adalah siswa dengan segala karakteristik dan keunikannya. Dengan adanya kepastian tentang karakteristik dan keunikan siswa akan mempermudah dalam menentukan rancangan program dan proses pembudayaan serta pemberadaban siswa yang menjadi masukan.
Transformasi dalam proses pendidikan adalah proses untuk membudayakan dan memberadabkan siswa. Keberhasilan transformasi untuk menghasilkan keluaran seperti yang diharapkan dipengaruhi oleh bekerjanya komponen yang ada dalam lembaga pendidikan. Unsur-unsur transformasi dalam proses pendidikan, meliputi:
a. Pendidik dan personal lainnya.
b. Isi Pendidikan.
c. Tekhnik.
d. System Evaluasi.
e. Sarana Pendidikan.
f. System Administrasi.
Keluaran dalam proses pendidikan adalah siswa yang semakin berbudaya dan beradab sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Untuk mengetahui dan menetapkan apakah siswa telah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan lembaga pendidikan atau belum, diperlukan kegiatan evaluasi. Umpan balik dalam proses pendidikan adalah segala informasi yang berhasil diperoleh selama proses pendidikan yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan masukan dan transformasi yang ada dalam proses.

3. Syarat-syarat Umum Evaluasi
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam mengadakan kegiatan evaluasi dalam proses pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a. Kesahihan.
Kesahihan mengantikan kata validitas yang dapat diartikan sebagai ketepatan mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Kesahihan juga dapat juga dikatakan lebih menekankan pada hasil bukan pada kegiatan evaluasinya. Kesahihan instrument evaluasi diperoleh melalui hasil pemikiran dan hasil pengalaman, maka diperoleh empat macam kesahihan yang terdiri dari:
1) Kesahihan isi (Content Validation).
2) Kesahihan Kontruksi (Construction Validity).
3) Kesahihan Ada Sekarang (Concurrent Validity).
4) Kesahihan Prediksi (Prediction Validity).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesahihan hasil evaluasi melip uti:
1) Faktor instrument evaluasi. Hal-hal yang dapat mempengaruhi kesahihan dalam instrument evaluasi diantaranya ketidak jelasan petunjuk, susunan evaluasi yang kurang baik, item evaluasi yang terlalu pendek dan lain-lain.
2) Faktor administrasi evaluasi dan penskoran. Faktor-faktor diantaranya berupa waktu yang tidak cukup untuk menyelesaikan evaluasi, menyontek saat ujian dan penskoran jawaban esai yang tidak dapat dipercaya. Faktor-faktor dalam penerbitan hal-hal evaluasi oleh lembaga tertentu diantaranya seperti:
a) Kesalahan dalam mengikuti batas waktu.
b) Memberikan bantuan yang sah kepada siswa.
c) Kesalahan-kesalahan penskoran.
3) Faktor-faktor dalam respon-respon siswa merupakan faktor yang lebih banyak mempengaruhi siswa dari pada instrumen evaluasi atau administrasi. Kecenderungan untuk merespon lebih cepat dari pada tepat, kemudian lebih cenderung merespon secara coba-coba.

b. Keterandalan
Syarat umum yang juga sama pentingnya dengan kesahihan adalah keterandalan evaluasi. Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan, yakni tingkat kepercayaan bahwa suatu instrument evaluasi mampu memberikan hasil yang tetap. Keterandalan berhubungan erat dengan kesahihan karena keterandalan menyediakan keajengan yang memungkinkan terjadinya kesahihan. Keterandalan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yakni hal yang berhubungan dengan tes itu sendiri, hal yang berhubungan dengan tercoba dan hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan tes.
Gronlund mengemukakan adanya 4 faktor yang mempengaruhi keterandalan, yakni panjang tes (banyak sedikitnya item tes), sebaran skor, tingkat kesulitan tes, dan objektivitas. Untuk memperjelas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keterandalan, yaitu sebagai berikut:
1) Panjang tes
Berhubungan dengan banyaknya butir tes yang pada umumnya terjadi lebih tinggi keterandalan evaluasi. Karena pengerjaan tes dilakukan dengan tidak banyak menebak, maka keterandalan hasil evaluasi semakin tinggi.


2) Sebaran skor
Koefisien keterandalan secara langsung dipengaruhi sebaran skor dalam kelompok tercoba. Karena koefisien keterandalan yang lebih besar dihasilkan pada saat orang perorang tetap pada saat posisi yang relative sama dalam satu kelompok dari satu penguji ke penguji lainnya dan itu artinya menyumbang memperbesar koefisien keterandalan.
3) Tingkat kesulitan tes
Untuk tes yang mudah, skor akan berada bersama-sama pada bagian atas dan akhir skala penilaian, sedangkan untuk tes yang sulit skor mengelompokkan bersama-sama pada saat bagian akhir bawah skala penilaian. Tingkat kesulitan tes yang ideal untuk meningkatkan koefisien keterandalan adalah tes yang menghasilkan sebaran skor berbentuk genta atau kurva normal.
4) Objektivitas
Objektivitas suatu tes menunjukkan kepada tingkat skor kemampuan yang sama dalam mengerjakan tes. Apabila ada siswa yang memiliki tingkat kemampuan yang sama dengan tingkat kemampuan yang lain, maka dapat dipastikan akan memperoleh hasil nilai yang sama. Objektivas prosedur tes yang tinggi akan menghasilkan keterandalan hasil tes yang tidak dipengaruhi oleh prosedur penskoran.

c. Kepraktisan
Kepraktisan evaluasi terutama dipertimbangkan pada saat memilih tes atau instrument evaluasi lain yang dipublikasikan oleh suatu lembaga. Kepraktisan evaluasi dapat diartikan sebagai kemudahan-kemudahan yang ada pada instrument evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan, menginterprestasikan maupun kemudahan dalam menyimpannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrument evaluasi yaitu meliputi:
1) Kemudahan mengadministrasi.
Kemudahan pengadministrasian adalah suatu kualitas penting yang diminta dalam instrument evaluasi. Semua itu dapat dilakukan dengan jalan memberikan petunjuk yang sederhana dan jelas, subtes sebaiknya relative sedikit, dan pengaturan tempo tes sebaiknya tidak menimbulkan kesulitan. Kesalahan dalam mengadministrasikan instrument evaluasi akan menurunkan kepraktisan dan juga akan menyebabkan berkurangnya kesahihan dan keterandalan hasil evaluasi.

2) Waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi.
Kepraktisan dipengaruhi pula oleh faktor waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi. Waktu antara 20 sampai 60 menit yang disediakan untuk melancarkan evaluasi merupakan waktu yang cukup memberikan kepraktisan
3) Kemudahan menskor.
Untuk memberikan kemudahan penskoran diperlukan pengembangan berupa perbaikan petunjuk untuk penskoran dan lebih memudahkan kunci penskoran, pemisahan lembar jawaban dari lembar soal dan penskoran menggunakan mesin.
4) Kemudahan interpretasi dan aplikasi.
Jika hasil evaluasi diterjemahkan secara tepat dan diterapkan secara efektif, hasil evaluasi akan mendukung terdahap keputusan-keputusan pendidikan yang lebih tepat. Semakin mudah interpretasi dan aplikasi hasil evaluasi, maka semakin meningkat kepraktisan evaluasi.
5) Tersedianya bentuk instrument evaluasi yang ekuivalen.
Bentuk-bentuk ekuivalen dari sebuah tes mengukur aspek-aspek peilaku melalui butir-butir tes yang memiliki kesamaan dalam isi, tingkat kesulitan, dan karakteristik lainnya.

B. Evaluasi Hasil Belajar
1. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Hasil Belajar.
Evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian atau pengukuran hasil belajar. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditanda dengan skala nilai berupa huruf atau symbol.
Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar pada akhirnya difungsikan dan ditujukan untuk keperluan berikut ini:
a. Untuk diagnostic dan pengembangan.
Yang dimaksud dengan hasil dari kegiatan evaluasi untuk diagnostic dan pengembangan adalah penggunaan hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar pendiagnosisan kelemahan dan keunggulan siswa beserta sebab-sebabnya.




b. Untuk seleksi.
Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar seringkali digunakan sebagai dasar untuk menentukan siswa yang paling cocok untuk jenis pendidikan tertent.
c. Untuk kenaikan kelas.
Berdasarkan hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar siswa mengenai sejumlah isi pelajaran yang telah disajikan dalam pembelajaran, maka guru dapat dengan mudah membuat keputusan kenaikan kelas berdasarkan ketentuan yang berlaku.
d. Untuk penempatan.
Agar siswa dapat berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan dan potensi yang mereka miliki, maka diperlukan penempatan siswa pada kelompokan yang sesuai.

2. Sasaran Evaluasi Hasil Belajar.
Evaluasi hasil belajar memiliki sasaran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan. Ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Taksonomi tujuan ranah kognitif dikemukakan oleh Bloom (1956), merupakan yang amat penting diketahui oleh guru sebelum melaksanakan evaluasi. Pada tahun 1964 Krathwohl, Bloom, dan Masia mengemukakan ranah afektif dari taksonomi tujuan pendidikan. Sedangkan taksonomi tujuan ranah psikomotorik dikemukakan oleh Harrow pada tahun 1972.
Tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, secara pengembangan keterampilan intelektual. Taksonomi tujuan ranah kognitif oleh Bloom mengemukakan adanya 6 tingkat yaitu:
a. Pengetahuan.
Merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti dipelajari (Davies, 1986:99).
Dalam pengenalan siswa diminta untuk memilih salah satu dari dua atau lebih pilihan jawaban (Arikunto, 1990:113).
Contoh:
Kelompok padi yang tumbuh pada sebidang sawah berdasarkan konsep ekologi merupakan ……
a. Species b. Ekosistem c. Komunitas d. Populasi
Sedangkan pengingatan kembali siswa diminta untuk mengingak kembali fakta-fakta yang sederhana (Arokunto, 1990:113)
Contoh:
Makhluk hidup dan faktor abiotik yang membentuk suatu kesatuan yang terkoordinasi dan saling membutuhkan.

b. Pemahaman.
Merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa kemampuan memahami tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya (Davies, 1936:100).
Siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep (Arikunto, 1990:113).
Contoh:
Di antara gambar-gambar dibawah ini, yang dapat disebut segitiga sama sisi adalah……





c. Penggunaan/Penerapan.
Merupakan kemampuan menggunakan generalisasi lainnya yang sesuai dalam situasi konkret dan situasi baru. Siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menseleksi generalisasi tertentu secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar.

d. Analisis.
Merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang menjadi unsur pokok.
Untuk analisis, siswa diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atau konsep-konsep dasar.
Contoh:
Mengapa tidak semua getaran atau bunyi dapat didengar oleh telinga manusia? (diajukan sebelum penyampaian isi pelajaran tentang getaran).

e. Sintesis.
Merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok kedalam struktur yang baru.
f. Evaluasi.
Merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu. Dalam evaluasi siswa diminta untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk menilai suatu kasus.
Contoh:
Apabila Magnesium Hidroksida direaksikan dengan Suifurtrioksida hasilnya hanya garam saja, benarkah?

Rujuan ranah afektif berhubungan dengan hierarki perhatian, sikap, penghargaan, nilai, perasaan, dan emosi. Kratwohi, Bloom dan Masia mengemukakan teksonomi tujuan ranah afektif sebagai berikut:
a. Menerima.
Merupakan tingkat terendah tujuan ranah efektif berupakan perhatian terhadap stimulas I secara pasif yang meningkat secara lebih aktif.
Dalam menerima siswa diminta untuk menunjukkan kesadaran, kesediaan untuk menerima dan perhatian terkontrol.
Contoh:
Andi dan empat temannya mengeroyok Anton yang bersekolah di SMP lain. Karena merasa untuk membela teman, semua teman Anton yang se-SMP datanng menghadang Andi dan teman-temannya sehingga terjadi perkelahian masal. Apakah kamu setuju apabila yang terlibat perkelahian masal itu ditahan di kantor Polisi?
Setuju karena……/Tidak setuju karena……

b. Merespon.
Merupakan kesengajaan untuk menanggapi stimulan dan merasa terikat secara aktif memperhatikan.
Untuk merespon siswa diminta untuk manunjukkan persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam merespon.
Contoh:
Setelah mengikuti senam aerobic ini, apakah kamu merasa puas dengan kegiatan ini?
c. Menilai.
Merupakan kemampuan menilai gejala atau kegiatan sehingga dengan sengaja merespon lebih lanjut untuk mencari jalan begaimana dapat mengambil bagian atas apa yang terjadi.
Dalam menilai siswa dituntut untuk menunjukkan penerimaan terhadap nilai, kesukaan terhadap nilai dan keterikatan terhadap nilai.
Contoh:
Suatu hari kamu melihat banyak teman laki-laki minum-minuman yang berakohol. Bagaimanakah pendapatmu terhadap tindakan teman-temanmu itu?

d. Mengorganisasi.
Merupakan kemampuan untuk membentuk suatu system nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang dipercaya.
Untuk menunjukkan kemampuan mengorganisasikan ini, siswa diminta untuk mengorganisasi nilai-nilai kesuatu organisasi yang lebih besar.
Contoh:
Membantu orang yang sedang mengalami musibah termaksud dalam pengalaman sila keberapa Pancasila?

e. Karakteristik.
Merupakan kemampuan untuk mengkonseptualisasikan masing-masing nilai waktu merespon dengan jalan mengidentifikasi karakteristik nilai atau membuat pertimbangan-pertimbangan.
Siswa dimunta untuk menunjukkan kemampuannya dalam menjelaskan, memberi batasan dan mempertimbangkan nilai-nilai yang direspon.
Contoh:
Dan bencana alam di daerah tertentu yang dasyat menggerakkan pemerintah untuk menetapkannya sebagai bencana nasional. Banyak anggota masyarakat yang tergerak hatinya untuk menyumbang korban tersebut melalui berbagai penyalur bantuan. Kegiatan menyumbang bantuan kepada korban bencana alam, ini termaksud perwujudan nilai-nilai kegotong-royongan. Apakah yang dimaksud dengan gotong-royong? Jelaskan!


Tujuan ranah psikomotorik berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi syarat dari koordinasi badan. Killer, Tharker dan Miller mengemukakan taksonomi ranah tujuan psikomotorik sebagai berikut:
a. Mengerakkan tubuh yang mencolok.
Merupakan kemampuan gerakan tubuh yang menekankan kepada kekuatan, kecerdasan dan ketepatan tubuh yang mencolok.
Siswa harus mampu menunjukkan gerakan yang menggunakan kekuatan tubuh, gerakan yang memerlukan kecepatan tubuh, gerakan yang membutuhkan ketepatan posisi tubuh .
Contoh:
Lempar masukkan bola basket kearah keranjangan dengan jarak 5 m dan 15 m ke kanan keranjang.

b. Ketepatan gerakan yang di koordinasikan.
Merupakan keterampilan yang berhubungan denagn urutan gerakan yang di koordinasikan, biasanya berhubungan dengan gerakan mata, telinga dan badan.
Contoh:
Ikuti gerakan yang dilakukan oleh instruktur sesuai dengan perintah dan hitungan yang diberikan.

c. Perangkat komunikasi nonverbal.
Merupakan kemampuan mengadakan komunikasi tanpa kata.
Contoh:
Lakukan pantonim yang menceritakan orang yang sedang berjualan sate…!

d. Kemampuan berbicara.
Merupakan kemampuan yang berhubungan dengan komunikasi secara lisan. Siswa harus mampu menunjukkan kemahirannya memilih dan menggunakann kalimat sehingga ide, atau yang dikomunikasikannya dapat diterima secara mudah oleh pendengarnya.
Contoh:
Berpidato dalam menyampaikan pesan KB selama 5 (lima0 menit sampai 10 (sepulu) menit di depan kelas!
Tiga ranah tujuan pendidikan yang menjadi sasaran evaluasi harus dijabarkan ke dalam tujuan instruksional. Adapun tujuan instruksional dijabarkan menjadi Tujuan Instruksional Umum dan Tujuan Instruksional Khusus. Ranah-ranah yang terdapat dalam TIK inilah yang kemudian diukur dan dinilai intuk mendapatkan kesimpulan hasil evaluasi, yakni berupa nilai.

3. Prosedur Evaluasi Hasil Belajar.
Berdasarkan pengertian evaluasi belajar bahwa evaluasi hasil belajar merupakan suatu proses yang sistematis. Tahap prosedur evaluasi hasil belajar dapat dilaksanakan oleh seorang penilai, maka ada beberapa tahapan yang perlu dilaksanakan oleh seorang penilai. Tahapan prosedur evaluasi hasil belajar yang perlu dilalui oleh seorang penilai, meliputi:
a. Persiapan
Pada tahap persiapan ini terdapat tiga kegiatan yang harus dilaksanakan evaluator, yaitu:
1) Menetapkan pertimbangan dan keputusan yang dibutuhkan.
2) Menggambarkan informasi yang dibutuhkan.
3) Menetapkan informasi yang sudah tersedia (Terry D. Ten Brink dalam Indung, 1992:13)
Menetapkan pertimbangan dan keputusan yang akan dibuat yakni suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang evaluator untuk mendeskripsikan pertimbangan dan keputusan yang sekiranya akan dibuat dari hasil evaluasi.
Menggambarkan informasi yang dibutuhkan merupakan kegiatan yang berikutnya persiapan evaluasi hasil belajar. Evaluator dapat mendeskripsikan lebih rinci informasi yang dibutuhkan, dan perincian informasi yang dibutuhkan tersebut merupakan aspek-aspek yang terkandung dalam sasaran evaluasi hasil belajar.
Persiapan hasil evaluasi belajar adalah menetapkan informasi yang sudah tersedia. Kegiatan ini dimaksudkan agar tidak terjadi pengulangan pengumpulan informasi pada tahap berikutnya. Adanya deskripsi informasi yang sudah tersedia juga akan memudahkan penyusunan instrument evaluasi hasil belajar baik tes maupun non-tes.




b. Penyususnan Instrumen Evaluasi.
Instrument hasil belajar disebut juga alat penilai yang akan digunakan tergantung dari metode evaluasi yang dipakai, apakah tes atau non-tes. Berikut ini diuraikan prosedur penyusunana alat penilaian secara garis besar, yaitu sebagai berikut:
1) Menentukan bentuk tes yang akan disusun.
Yaitu kegiatan yang dilaksanakan evaluator untuk menentukan dan memilih bentuk tes yang akan disusun dan digunakan sesuai dengan kebutuhan. Bentuk tes ada dua, yaitu tes objektif dan tes subjektif.
Tes objektif adalah tes yang terdiri dari butir-butir soal yang dapat dijawab dengan memilih salah satu alternative yang benar dari sejumlah alternative yang tersedia. Bentuk tes objektif terdiri dari:
a) Tes benar salah.
b) Tes pilihan ganda.
c) Tes menjodohkan.
d) es melengkapi.
Sedangkan tes subjektif merupakan bentuk tes yang terdiri dari suatu pertanyaan yang memerlukan jawaban bersifat pembahasan. Ciri-ciri pertanyaan tes esai yang diawali denga kata-kata seperti jelaskan, bagaimana, mengapa, bandingkan, jabarkan, kemukakan dan lain-lain.
2) Membuat kisi-kisi butir soal.
Yaitu kegiatan yang dilaksanakan evaluator untuk membuat suatu table yang memuat tentang perincian aspek isi dan aspek perilaku beserta lambang yang dikehendakinya.
3) Menulis butir soal.
Yaitu kegiatan yang dilaksanakan evaluasi setelah membuat kisi-kisi soal. Berdasarkan kisi-kisi soal inilah evaluator menulis soal dengan memperhatikan hal-hal berikut: Bahasa yang digunakan sederhana dan mudah diphami, tidak mengandung penafsiran ganda, petunjuk pengerjaan butiran soal perlu diberikan untuk setiap bentuk soal walaupun sudah diberikan petunjuk umum.
Berikut adalah kaidah penulisan butir soal benar-salah adalah:
a) Meyakinkan sepenuhnya bahwa butir soal tersebut dapat dipastikan benar-salah.
b) Jangan menulis butir soal yang memindahkan satu kalimat secara harfiah dari teks.
c) Jangan menulis butir soal yang memperdaya.
d) Menghindari pertanyaan negative.
e) Menghindari pertanyaan berarti ganda.
f) Menggunakan suatu bentuk yang tepat.
g) Menghindari kata-kata kunci, seperti pada umumnya, semua dan yang lainnya.
h) Menghindari jawaban benar yang berpola (Bloom, 1982: 189-190).

Kaidah yang harus diperhatikan dalam penulisan soal pilihan ganda, meliputi:
a) Pokok soal yang merupakan permasalahan harus dirumuskan secara jelas.
b) Perumusan pokok soal dan alternative jawaban hendaknya merupakan pertanyaan yang diperlukan saja.
c) Untuk satu soal hanya ada satu jawaban yang benar atau yang paling benar.
d) Pada pokok soal sedapat mungkin dihindarkan perumusan pertanyaan yang bersifat negative.
e) Alternative jawaban sebaiknya logis dan pengecoh harus berfungsi.
f) Diusahakan agar mencegah penggunaan pilihan jawaban yang terakhir berbunyi “semua jawaban di atas benar atau salah”.
g) Diusahakan agar pilihan jawaban yang homogeny baik dari segi isi maupun panjang pendeknya pertanyaan.
h) Apabila pilihan jawaban berbentuk angka, susunlah secara berurutan.
i) Dalam pokok soal diusahakan tidak menggunakan ungkapan yang bersifat tidak tentu (seringkali, kadang-kadang, pada umumnya).
j) Usahakan agar jawaban butir soal yang satu tidak bergantung dari jawaban butir soal yang lain.
k) Dalam merakit soal usahakan agar jawaban yang benar terletak di antara a, b,c, d atau yang lainnya.
4) Menata soal.
Yaitu kegiatan yang terakhir dari penyusunan alat penilai tes yang harus dilaksanakan oleh evaluasi berupa pengelompokan butir-butir soal berdasarkan bentuk soal dan sekaligus melengkapi petunjuk pengerjaannya.
Adapun prosedur yang dapat ditempuh untuk alat penilai non-tes adalah sebagai berikut:
a) Menetapkan bentuk non tes yang akan dilaksanakan.
b) Menetapkan aspek-aspek sasaran evaluasi hasil belajar yang akan dinilai.
c) Menulis alat penilai non tes yang dibutuhkan sesuai dengan aspek-aspek sasaran evaluasi hasil belajar.

c. Pelaksanaan Pengukuran.
Kegiatan pengukuran tidak selalu dilaksanakan dalam proses evaluasi. Adapun prosedur pelaksanaan pengukuran adalah sebagai berikut:
1) Persiapan tempat pelaksanaan pengukuran.
Yaitu suatu kegiatan untuk mempersiapkan ruangan yang memenuhi syarat-syarat pelaksanaan pengukuran yang meliputi syarat penerangan, luas ruangan, dan tingkat kebisingan.
2) Melancarkan pengukuran.
Yaitu kegiatan evaluator melaksanakan pengukuran terhadap siswa dengan bentuk kegiatan sebagai berikut:
a) Memberitahukan peraturan pelaksanaan pengukuran.
b) Membagikan lembar soal dan lembar jawaban.
c) Mangawasi kedisiplinan siswa mematuhi peraturan pelaksanaan pengukuran.
d) Mengumpulkan lembar jawaban dan lembar soal.
3) Menata dan mengadministrasikan lembar soal dan lembar jawaban siswa untuk memudahkan penskoran.

d. Pengolahan Hasil Penilaian.
Data yang terkumpul dari penilaian dengan teknik tes akan berupa data kuantitatif , sedangkan teknik non-tes akan menjaring data kualitatif maupun kuantitatif sekaligus. Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil penilaian adalah sebagai berikut:
1) Menskor.
Yaitu kegiatan memberikan skor pada hasil penilaian yang dapat dicapai oleh responden. Ada tiga macam alat bantu untuk memberikan angka, yaitu kunci skoring, kunci jawaban dan pedoman pengangkaan.
2) Mengubah skor mentah menjadi skor standar.
Yaitu kegiatan evaluator menghitung untuk mengubah skor yang diperoleh siswa yang mengerjakan alat penilaian disesuaikan dengan norma yang dipakai.
3) Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai.
Yaitu kegiatan akhir dari pengolahan hasil penilaian yang berupa pengubahan skor ke nilai baik berupa huruf atau kata-kata.



e. Penafsiran Hasil Penilaian.
Penafsiran terhadap hasil penilaian dapat kita bedakan menjadi dua, yaitu penafsiran yang bersifat individual dan penafsiran yang bersifat klasikal. Penafsiran hasil penilaian yang bersifat individual yakni penafsiran terhadap keadaan seorang siswa berdasarkan perolehan penilaian hasil belajarnya.
Ada tiga jenis penafsiran penilaian hasil belajar yang bersifat individual, yaitu:
1) Penafsiran tentang tingkat kesiapan.
Yaitu menafsirkan tentang kesiapan siswa untuk mengikuti pelajaran yang berikutnya, untuk naik kelas, atau untuk lulus.
2) Penafsiran tentang kelemahan individual.
Yaitu menafsirkan tentang kelemahan seorang siswa pada sub-tes tertentu, pada satu mata pelajaran, atau pada keseluruhan mata pelajaran.
3) Penafsiran tentang kemajuan belajar individual.
Yaitu menafsirkan tentang kemajuan seorang siswa pada satu periode pembelajaran atau pada satu periode kelas. Adapun penafsiran yang bersifat klasikal terdiri dari:
a) Penafsiran tentang kelemahan kelas.
b) Penafsiran tentang prestasi kelas.
c) Penafsiran tentang perbandingan antarkelas.
d) Penafsiran tentang susunan kelas.

f. Pelaporan dan Penggunaan Hasil Evaluasi.
Pelaporan dimaksudkan untuk memberikan umpan balik kepada semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran secara langsung maupun tidak langsung. Pihak-pihak yang siswa, guru yang mengajar, petugas lain di sekolah, orang tua siswa dan pemakai lulusan. Adapun prinsip-prinsip yang hendak dipatuhi dalam pembuatan laporan adalah:
1) Memuat informasi lengkap dari yang bersifat umum hingga yang bersifat faktual.
2) Mudah dipahami maknanya dan tidak memberi kesan yang terlalu bervariasi.
3) Mudah dibuat.
4) Dapat dipakai oleh yang bersangkutan.



Namun demikian, secara umum kita dapat menandai bahwa penggunaan hasil evaluasi meliputi:
1) Untuk menentukan kenaikan kelas atau kelulusan siswa yang terlibat dalam evaluasi hasil belajar tersebut.
2) Mengadakan diagnosis dan remediasi terhadap siswa yang membutuhkan.
3) Menetukan perlu tidaknya suatu penyajian isi pelajaran.
4) Menentukan pengelompokan dan penempatan para siswa.
5) Membangkitkan motif dan motivitas belajar siswa.
6) Membuat laporan hasil belajar.


























BAB XIII
Lanjutan Konsep Dasar Evaluasi Belajar dan Pembelajaran
A.Konsep Dasar Evaluasi Pembelajaran
1.Pengertian Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Sesuai pendapat Grondlund dan Linn (1990) mengatakan bahwa evaluasi pembelajaran adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secaras sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi dalam bidang pembelajaran.
Untuk memeperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu.
Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation). Kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.
Evaluasi merupakan subsistem yang sangat penting dan sangat di butuhkan dalam setiap sistem pendidikan, karena evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh perkembangan atau kemajuan hasil pendidikan. Dengan evaluasi, maka maju dan mundurnya kualitas pendidikan dapat diketahui, dan dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah menjadi lebih baik ke depan.
Tanpa evaluasi, kita tidak bisa mengetahui seberapa jauh keberhasilan siswa, dan tanpa evaluasi pula kita tidak akan ada perubahan menjadi lebih baik, maka dari itu secara umum evaluasi adalah suatu proses sistemik umtuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program. Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitati atau kuantitati sesuai dengan standar tertentu. Hasilnya diperlukan untuk membuat berbagai putusan dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Hasil evaluasi yang didapat sampai sekarang tentang dunia pendidikan Nasional kita cukup memperihatinkan, tidak hanya dalam segi kualitas tapi juga kegagalan dalam membentuk karakter building generasi muda bangsa.Pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak, dimana tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia. membentuk SDM yang berkualitas. Namun sayang kebijakan pendidikan yang ada sampai sekarang masih jauh dari harapan, karena kebijakan pendidikan seperti kata pakar pendidikan dari Universitas Nasional Jakarta yaitu HAR Tilaar kebijakan pendidikan di Indonesia sesuai dengan pameo ganti menteri ganti kebijakan.
Mengingat terlalu luasnya cakupan dalam evaluasi pendidikan maka penulis akan membatasi hanya pada evaluasi hasil belajar siswa dikarenakan masalah ini sangat sesuai dengan tugas penulis sebagai guru.
2.Jenis-jenis Evaluasi Pembelajaran
a.Jenis evaluasi berdasarkan tujuan dibedakan atas lima jenis evaluasi :
1) Evaluasi Diagnostik.
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang ditujukan untuk menelaah kelemahan-kelemahan siswa beserta faktor-faktor penyebabnya.
2) Evaluasi Selektif
Evaluasi selektif adalah evaluasi yang digunakan untuk memilih siwa yang paling tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu.
3) Evaluasi Penempatan
Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa.
4) Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatan proses belajar dan mengajar.
5) Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan hasil dan kemajuan belajar siswa.

b.Jenis evaluasi berdasarkan sasaran :
1) Evaluasi Konteks
Evaluasi yang ditujukan untuk mengukur konteks program baik mengenai rasional tujuan, latar belakang program, maupun kebutuhan-kebutuhan yang muncul dalam perencanaan.
2) Evaluasi Input
Evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui input baik sumber daya maupun strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.
3) Evaluasi Proses.
Evaluasi yang ditujukan untuk melihat proses pelaksanaan, baik mengenai kalancaran proses, kesesuaian dengan rencana, faktor pendukung dan faktor hambatan yang muncul dalam proses pelaksanaan, dan sejenisnya.
4) Evaluasi Hasil atau Produk
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai sebagai dasar untuk menentukan keputusan akhir, diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan atau dihentikan.
5) Evaluasi Outcom atau Lulusan
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil belajar siswa lebih lanjut, yakni evaluasi lulusan setelah terjun ke masyarakat.

c.Jenis evalusi berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran :
1) Evaluasi Program Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi program pembelajaran, strategi belajar mengajar, aspe-aspek program pembelajaran yang lain.

2) Evaluasi Proses Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara peoses pembelajaran dengan garis-garis besar program pembelajaran yang di tetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
3) Evaluasi Hasil Pembelajaran.
Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik.


d.Jenis evaluasi berdasarkan objek dan subjek evaluasi
Berdasarkan objek :
1) Evaluasi Input
Evaluasi terhadap siswa mencakup kemampuan kepribadian, sikap, keyakinan.
2) Evaluasi Transformasi,
Evaluasi terhadap unsur-unsur transformasi proses pembelajaran anatara lain materi, media, metode dan lain-lain.
3) Evaluasi Output
Evaluasi terhadap lulusan yang mengacu pada ketercapaian hasil pembelajaran.
Berdasarkan subjek :
1) Evaluasi Internal
Evaluasi yang dilakukan oleh orang dalam sekolah sebagai evaluator, misalnya guru.
2) Evaluasi Eksternal
Evaluasi yang dilakukan oleh orang luar sekolah sebagai evaluator, misalnya orangtua, masyarakat.Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. Proses evaluasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengolahan hasil dan pelaporan.


B.Fungsi,Tujuan,Sasaran dan Prosedur Evaluasi Pembelajaran
1.Fungsi Evaluasi Pembelajaran
Fungsi Evaluasi Pendidikan. Sangat diperlukan dalam pendidikan antara lain memberi informasi yang dipakai sebagai dasar untuk :
a. Membuat kebijaksanaan dan keputusan,
b. Menilai hasil yang dicapai para pelajar.
c. Menilai kurikulum.
d. Memberi kepercayaan kepada sekolah.
e. Memonitor dana yang telah diberikan.
f. Memperbaiki materi dan program pendidikan.

Sejalan dengan tujuan evaluasi di atas, evaluasi yang dilakukan juga memiliki banyak fungsi, diantaranya adalah fungsi:
a. Selektif
b. Diagnostik
c. Penempatan
d. Pengukur keberhasilan
Selain keempat fungsi di atas Asmawi Zainul dan Noehi Nasution menyatakan masih ada fungsi-fungsi lain dari evaluasi pembelajaran, yaitu fungsi:
a. Remedial
b. Umpan balik
c. Memotivasi dan membimbing anak
d. Perbaikan kurikulum dan program pendidikan
e. Pengembangan ilmu
2.Tujuan Evaluasi Pembelajaran
Tujuan utama evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, taraf perkembangan, atau taraf pencapaian kegiatan belajar siswa. Selain itu evaluasi pembelajaran juga bertujuan untuk mencari sejumlah informasi atau data tentang jasa, nilai atau manfaat kegiatan pembelajaran. Sejumlah informasi atau data yang diperoleh melalui evaluasi inilah yang kemudian difungsikan dan ditujukan untuk pengembangan pembelajaran dan akreditasi.

Tujuan khusus evaluasi pembelajaran adalah :
a. Mengetahui kemajuan belajar siswa
b. Mengetahui potensi yang dimiliki siswa
c. Mengetahui hasil belajar siswa
d. Mengadakan seleksi
e. Mengetahui kelemahan atau kesulitan belajar siswa
f. Memberi bantuan dalam pengelompokan siswa
g. Memberikan bantuan dalam pemilihan jurursan
h. Memberikan bantuan dalam kegiatan belajar siswa
i. Memberikan motivasi belajar
j. Mengetahui efektifitas mengajar guru
k. Mengetahui efisiensi mengajar guru
l. Memberikan balikan pada guru
m. Memberikan bukti untuk laporan kepada orang tua atau masyarakat
n. Memberikan data untuk penelitian dan pengembangan pembelajaran
Evaluasi pembelajaran mempunyai fungsi dan tujuan yang saling berkaitan,antara lain:
a.Fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran untuk pengembangan.
Dalam hal evaluasi pembelajaran berfungsi dan bertujuan untuk pengembangan pembelajaran, maka evaluasi pembelajaran sedang menjalankan fungsi formatif. Hal ini bertitik tolak dari pandangan bahwa fungsi formatif evaluasi dilaksanakan apabila hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu atau sebagian besar bagian kurikulum (pembelajaran) yang sedang dikembangkan (Hasan, 1988 : 39).
Memperbaiki bagian tertentu atau sebagian besar aspek pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan pengembangan pembelajaran. Dengan kata lain, fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran untuk pengembangan pembelajaran dilaksanakan apabila hasil kegiatan evaluai pembelajaran digunakan sebagai dasar pengembangan pembelajaran.


b. Fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran untuk akreditasi.
Orang – orang yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan pada umumnya mengenal pengertian akreditasi sebagai suatu penilaian yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sekolah swasta untuk menentukan peringkat pengakuan pemerintah terhadap sekolah tersebut (Arikunto, 1990 : 186). Akreditasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses dengan mana suatu program atau institusi (lembaga) diakui sebagai badan yang sesuai dengan beberapa standar yang telah disetujui (Scravia B. Anderson dalam Arikunto, 1990 : 186).
Berdasarkan pengertian akreditasi tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa akreditasi ditetapkan atau diputuskan setelah dilaksanakan evaluasi terlebih dahulu terhadap lembaga pendidikan, baik TK, SD, SLTP, dan SLTA swasta maupun perguruan tinggi swasta. Ada berbagai aspek yang dinilai dalam menentukan akreditasi suatu lembaga pendidikan, salah satu aspek/komponen yang dinilai adalah pembelajaran. Dengan demikian fungsi dan tujuan evaluasi hasil belajar untuk akreditasi dilaksanakan apabila hasil kegiatan evaluasi pembelajaran digunakan sebagai dasar akreditasi lembaga pendidikan.

3.Sasaran Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran sebagaimana diungkapkan sebelumnya berusaha menetapkan jasa, nilai atau manfaat aspek – aspek pembelajaran. Dengan kata lain, sasaran evaluasi pembelajaran adalah aspek – aspek yang terkandung dalam kegiatan pembelajaran.
Dengan demikian sasaran evaluasi pembelajaran meliputi: tujuan pengajaran, unsur dinamis pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan kurikulum.
a.Tujuan pembelajaran
Merupakan sasaran evaluasi pembelajaran yang perlu diperhatikan, karena semua unsur/aspek pembelajaran yang lain selalu bermula dan bermuara pada tujuan pengajaran. Hal – hal yang perlu dievaluasi pada tujuan pengajaran adalah penjabaran tujuan pengajaran, rumusan tujuan pengajaran, dan unsur – unsur tujuan pengajaran.
Penjabaran tujuan pengajaran yang dimaksudkan adalah penjabaran dimulai dari tujuan pengajaran tertinggi sampai tujuan pengajaran yang terendah, seringkali disebut hirearki tujuan.
Tujuan pengajaran yang tertinggi adalah tujuan pendidikan nasional. Tujuan kelembagaan, tujuan kurikuler, tujuan umum pengajaran, dan terakhir tujuan khusus pengajaran, semakin ke bawah semakin rinci unsur – unsur yang ada pada rumusan tersebut.Unsur – unsur yang seharusnya terlihat pada rumusan tujuan khusus pengajaran, misalnya akan berbeda dengan unsur – unsur yang ada pada rumusan tujuan umum pengajaran.
Unsur – unsur yang seharusnya terlihat pada rumusan tujuan khusus pengajaran meliputi perilaku yang diharapkan dapat dicapai, kriteria keberhasilan yang ditentukan, dan situasi kondisi untuk membentuk prilaku dengan kriteria yang diinginkan tersebut.
b.Unsur dinamis pembelajaran
Merupakan sasaran evaluasi pembelajaran yang kedua.Yang dimaksud dengan unsur dinamis pembelajaran adalah sumber belajar atau komponen sistem instruksional yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran.Sumber belajar meliputi: pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar (AECT, 1986 : 2).
Sumber – sumber belajar dibedakan menjadi dua jenis:
1) Sumber belajar yang dirancang (by design) yakni sumber belajar yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen pembelajaran untuk memberikan kemudahan/fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.
2) Sumber belajar karena dimanfaatkan (by utilization) yakni sumber belajar yang tidak secara khusus dirancang untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diterapkan, dan digunakan untuk keperluan belajar (AECT, 1986 : 9).

Sumber belajar disebut unsur dinamis pembelajaran karena setiap perubahan yang terjadi pada salah satu sumber belajar akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada kegiatan pembelajaran.
Selain itu, perubahan pada satu sumber belajar akan mengakibatkan sumber belajar lain menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Pesan dapat diartikan sebagai informasi yang disampaikan oleh sumber belajar atau komponen system instruksional yang lain dan berbentuk gagasan, fakta, makna, dan data (AECT, 1986 : 195). Pesan dapat juga disebut sebagai isi pelajaran bidang studi/mata pelajaran. Dengan demikian pesan haruslah bersesuaian dengan tujuan pengajaran.
Orang sebagai sumber belajar adalah orang yang bertindak sebagai penyimpanan dan/atau penyalur pesan (AECT, 1986 : 10). Yang termasuk sumber belajar orang dalam kegiatan pembelajaran adalah guru, siswa, dan/atau orang lain yang diminta bertindak sebagai narasumber.
Bahan adalah barang – barang (lazim disebut perangkat lunak) yang biasanya berisikan pesan untuk disampaikan dengan menggunakan peralatan, kadang – kadang bahan itu sendiri sudah merupakan bentuk penyajian (AECT, 1986 : 10).Bahan sebagai sumber belajar dapat berupa pita audio, program pembelajaran computer, peta, buku teks, dan yang sejenis lainnya.Alat merupakan barang – barang (lazim disebut perangkat keras) yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang terdapat dalam bahan (AECT, 1986 : 10). Termasuk alat sebagai sumber belajar ini diantaranya adalah video tape recorder (VTR), proyektor slide, pesawat radio, pesawat televise, dan computer.
Teknik adalah prosedur atau langkah – langkah tertentu dalam menggunakan bahan, alat, tata tempat, dan orang untuk menyampaikan pesan (AECT, 1986 :10). Teknik dapat berupa pembelajaran berbantuan computer, pendekatan CBSA, diskusi, pembelajaran individual, dan yang lain.Latar merupakan sumber belajar berupa lingkungan tempat pesan diterima oleh siswa (AECT, 1986 : 10).
Latar dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan non – fisik. Perpustakaan, laboratorium, ruang kelas, tempat duduk, dan meja merupakan contoh lingkungan fisik. Sedangkan lingkungan non – fisik dapat berupa sirkulasi udara, penerangan ruang, akustik ruangan, dan yang lain.Adanya interaksi antara sumber belajar sebagai unsur dinamis pembelajaran dengan siswa akan mewujudkan pelaksanaan pembelajaran.


c.Pelaksanaan pembelajaran
Dalam hal ini pelaksanaan pembelajaran diartikan sebagai interaksi antara sumber belajar dengan siswa. Dengan demikian dalam mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran, kita sebenarnya menentukan seberapa derajat interaksi antara siswa dengan setiap sumber belajar dan seberapa derajat interaksi sumber belajar dengan tujuan pengajaran. Sasaran evaluasi pembelajaran dalam pelaksanaan pembelajaran secara lebih terperinci di antaranya adalah:
1) Kesesuaian pesan dengan tujuan pengajaran.
2) Kesesuaian sekuensi penyajian pesan kepada siswa.
3) Kesuaian bahan dan alat dalam pembelajaran.
4) Kemampuan guru menggunakan bahan dan alat dalam pembelajaran.
5) Kemampuan guru menggunakan teknik pembelajaran.
6) Kesesuaian teknik pembelajaran dengan pesan dan tujuan pengajaran.
7) Interaksi siswa dengan siswa lain.
8) Interaksi guru dengan siswa.

d.kurikulum
Dalam hal ini, kurikulum dipandang sebagai rencana tertulis yakni seperangkat komponen pembelajaran yang diuraikan secara tertulis pada bahan tercetak atau buku. Kurikulum sebagai sasaran evaluasi pembelajaran akan meliputi:
1) Tersedianya dan sekaligus kelengkapan komponen kurikulum.
2) Pemahaman terhadap prinsip – prinsip pengembangan dan pelaksanaan kurikulum.
3) Pemahaman terhadap tujuan kelembagaan atau tujuan institusional sekolah.
4) Pemahaman terhadap struktur program kurikulum.
5) Pemahaman terhadap GBPP.
6) Pemahaman terhadap teknik pembelajaran.
7) Pemahaman terhadap sistem evaluasi.
8) Pemahaman terhadap pembinaan guru.
9) Pemahaman terhadap bimbingan siswa.

Demikianlah sasaran evaluasi pembelajaran yang meliputi tujuan pengajaran, unsur dinamis pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan kurikulum. Sasaran evaluasi tersebut harus dijabarkan ke dalam deskriptor dan indikator pada instrumen evaluasi pembelajaran yang akan digunakan dalam prosedur evaluasi pembelajaran.

4.Prosedur Evaluasi Pembelajaran
Evaluator dalam evaluasi pembelajaran adalah suatu tim yang mempunyai peran penting dalam memberikan informasi mengenai keberhasilan pembelajaran (dimodifikasikan dari Arikunto, 1988 : 7). Yang berhak menjadi tim evaluator adalah orang – orang yang telah memenuhi berbagai persyaratan yang ditentukan. Prosedur evaluasi pembelajaran terdiri dari lima tahapan, yakni :
a.Penyusunan Rancangan
Secara garis besar desain evaluasi pembelajaran berisi hal – hal yang sama dengan yang tertera dalam desain penelitian, yakni meliputi latar belakang, problematika, tujuan evaluasi, populasi dan sampel, instrumen dan sumber data, serta teknik analisis data (Arikunto, 1988 : 44). Untuk memperjelas penyusunan rancangan evaluasi pembelajaran, akan diuraikan secara singkat tiap – tiap langkah kegiatannya:
1) Menyusun latar belakang yang berisikan dasar pemikiran dan/atau rasional penyelenggaraan evaluasi.
2) Problematika berisikan rumusan permasalahan/problematika yang akan dicari jawabannya baik secara umum maupun terinci.
3) Tujuan evaluasi merupakan rumusan yang sesuai dengan problematika evaluasi pembelajaran, yakni perumusan tujuan umum dan tujuan khusus.
4) Populasi dan sampel, yakni sejumlah komponen pembelajaran yang dikenai evaluasi pembelajaran dan/atau yang dimintai informasi dalam kegiatan evaluasi pembelajaran.
5) Instrumen adalah sejumlah jenis alat pengumpulan informasi yang diperlukan sesuai dengan teknik pengumpulan data yang diterapkan dalam evaluasi pembelajaran. Sumber data adalah dokumen, kegiatan, atau orang yang dapat memberikan informasi atau data yang diperlukan.
6) Teknik analisis data, yakni cara/teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang disesuaikan dengan bentuk problematik dan jenis data. (Arikunto, 1988 : 44 – 47
b.Penyusunan Instrumen
Setelah seorang evaluator menusun rancangan evaluasi pembelajarannya yakni peta kegiatan yang akan dilakukan selama kegiatan evaluasi pembelajaran, maka tahapan berikutnya adalah penyusunan instrumen evaluasi pembelajaran.
Menurut Arikunto (1988 : 48 – 49) langkah –langkah penyusunan instrumen adalah:
1) merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan instrumen yang akan disusun,
2) membuat kisi – kisi yang mencanangkan tentang perincian variable dan jenis instrumen yang akan digunakan untuk mengukur bagian variabel yang bersangkutan.
3) membuat butir – butir instrumen evaluasi pembelajaran yang dibuat berdasarkan kisi-kisi.
4) menyunting instrumen evaluasi pembelajaran yang meliputi: mengurutkan butir menurut sistematika yang dikehendaki evaluator untuk mempermudah pengelohan data, menuliskan petunjuk pengisian dan identitas serta yang lain, dan membuat pengantar pengisian instrumen.
Semua langkah yang dilaksanakan dalam penyusunan instrumen di atas berisikan kegiatan seperti yang telah direncanakan dalam rancangan evaluasi pembelajaran.
c. Pengumpulan Data
Setelah instrumen evaluasi pembelajaran siap pakai, maka langkah berikutnya adalah datang kepada sumber data untuk mengumpulkan data/informasi yang diperlukan. Dalam pengumpulan data dapat diterapkan berbagai teknik pengumpulan data diantaranya adalah kuesioner, wawancara, pengamatan, dan studi kasus.
Setiap teknik pengumpulan data mempunyai prosedur yang berbeda – beda seperti dibahas berikut ini.
1) Kuesioner yakni seperangkat pertanyaan tertulis yang diberikan kepada seseaorang untuk mengungkap pendapat, keadaan, kesan yang ada pada diri orang tersebut maupun di luar dirinya (Arikunto, 1988 : 53). Orang disini adalah semua orang yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan pembelajaran yang diminta mengisi kuesioner, misalnya : guru, siswa, orang tua, pengawas sekolah atau kepala sekolah, dan orang – orang lainnya.
Kegiatan yang sebaiknya dilakukan oleh evaluator dalam menerapkan teknik kuesioner ini adalah:
a) mengujicobakan kuesioner kepada sejumlah orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan yang akan mengisi angket,
b) melancarkan penyebaran kuesioner kepada orang yang dituju,
c) mengumpulkan dan mengadministrasikan kuesioner, dan
d) mengolah data yang berhasil dikumpulkan.

2) Wawancara yakni suatu teknik pengumpulan data yang menuntut adanya pertemuan langsung atau komunikasi langsung antara evaluator dengan sumber data.
Langkah kegiatan yang hendaknya dilakukan oleh evaluator dalam menerapkan teknik wawancara ini adalah:
a) menyusun pedoman wawancara atau daftar cocok (ckeck-list) sesuai dengan data yang akan dikumpulkan,
b) evaluator yang bertindak hanya sebagai pengumpul data perlu memahami tujuan dan petunjuk penggunaan wawancara,
c) melaksanakan wawancara,
d) menyusun sesegera mungkin jawaban hasil wawancara,
e) mengolah data/informasi hasil wawancara.

3) Pengamatan merupakan teknik pengumpulan data melalui kegiatan mengamati yang dilakukan oleh evaluator terhadap kegiatan pembelajaran.Evaluator yang bertindak langsung sebagai pengamat harus mencatat segala kejadian dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan instrumen pengamatan yang tersedia.Data yang terkumpul melalui teknik pengumpulan data ini, berupa informasi/data yang objektif dan realistic dari kegiatan pembelajaran.
Langkah – langkah yang ditempuh oleh evaluator dalam menerapkan teknik ini adalah:
a) menyusun instrumen pengamatan sesuai dengan informasi/data yang ingin dikumpulkan,
b) melaksanakan pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran untuk mengumpulkan informasi/data dengan menggunakan instrumen yang ada, dan
c) mengolah data yang berhasil dikumpulkan.
4) Studi kasus adalah teknik pengumpulan data berdasarkan kasus – kasus yang ada dan didokumentasikan. Teknik pengumpulan data ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang keadaan yang menyimpang dalam suatu kegiatan pembelajaran.
Langkah – langkah yang ditempuh oleh evaluator dalam menerapkan teknik ini adalah:
a) menyusun instrumen studi kasus,
b) melaksanakan kegiatan lapangan, dan
c) mengolah data yang diperoleh.

d. Analisis Data
Data atau informasi yang berhasil dikumpulkan selanjutnya diolah dan dianalisis. Sebagaimana halnya dalam evaluasi hasil belajar, data dapat diolah secara individual ataupun secara kelompok. Apabila data diolah dan dianalisis secara individual, maka hasilnya menunjuk kepada seseorang atau suatu keadaan. Sedangkan pengolahan dan penganalisisan secara kelompok, hasilnya menunjuk kepada suatu bagian data atau keseluruhan.
Dalam kegiatan evaluasi pembelajaran, analisis data yang paling banyak dilaksanakan adalah analisis deskriptif kualitatif yang ditunjang oleh data – data kuantitatif.
e.Penyusunan Laporan
Setelah melakukan analisis data, seorang evaluator masih harus menyusun laporan tentang avaluasi pembelajaran yang telah mereka laksanakan. Dalam laporan evaluasi pembelajaran harus berisikan pokok – pokok berikut.
Tujuan evaluasi, yakni tujuan seperti yang disebutkan di dalam rancangan evaluasi pembelajaran yang didahului dengan latar belakang dan alasan dilaksanakannya evaluasi.
Problematika, berupa pertanyaan – pertanyaan yang telah dicari jawabnya melalui pengetahuan evaluasi pembelajaran.Lingkup dan metodologi evaluasi pembelajaran yang dicantumkan di sini adalah unsur-unsur yang dinilai dan hubungan antarvariabel, metode pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, teknik analisis data.
Selain itu, dalam metodologi hendaknya diungkapkan pula populasi dan sampel evaluasi pembelajaran.Pelaksanaan evaluasi pembelajaran, meliputi:
1) siapa tim evaluator selengkapnya dan jika perlu dengan pembagian tanggungjawab,
2) penjadwalan pelaksanaan evaluasi, dan
3) kegiatan penyusunan laporan.
Hasil evaluasi pembelajaran, yakni berisi tujuan pengajaran, tolak ukur, data yang diperoleh, dan dilengkapi dengan sejumlah informasi yang mendorong penemuan evaluasi pembelajaran sehingga dengan mudah pembuat keputusan dapat memahami tingkat keberhasilan pembelajaran. (Dimodifikasi dari Arikunto, 1988 : 117 – 118).
Demikianlah pembahasan tentang evaluasi pembelajaran, di mana kita dapat menandai bahwa evaluasi pembelajaran tidak mungkin dilakukan oleh seorang guru sendirian. Pelaksana/evaluator pembelajaran adalah tim yang terdiri dari beberapa orang ahli.























Penutup

Kesimpulan.
Belajar dan pembelajaran adalah suatu mata kuliah yang mempelajari berbagai cara atau mencari permasalah yang terdapat pada setiap proses pembelajaran dan memilih metode untuk mengatasi masalah tersebut. Bayak sekali yang telah dibahas dalam makalah ini. Antara lain, Konsep Dasar Belajar, Hakikat dan Komponen Belajar, Prinsip-prinsip belajar dan asas pembelajaran, Motivasi belajar, Pendekatan dalam pembelajaran, Masalah-masalah intern dalam belajar, Masalah transfer belajar, lupa, jenuh, dan kesulitan didalam belajar, Pembelajaran dan pengembangan kurikulum, dan Konsep dasar evaluasi belajar dan pembelajaran.
Yang terlebih dahulu kita ketahui adalah pengertian dari arti penting belajar dari kehidupan manusia. Karena, arti penting belajar bagi kehidupan manusia adalah Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Disebabkan oleh kemampuan berubah karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh dari pada mahluk-mahluk lainnya, sehingga ia terbabas dari kemandengan fungsinya sebagai khalifah tuhan di muka bumi.

















Daftar Pustaka

Dimyati, Dr & Mudjiono, Drs. 2006. Belajar Dan pembelajaran. Jakarta. PT Rineka
Cipta.
Djamari, Bahri syaiful, Drs. DanZain, Aswan. 2006. Strategi belajar mengajar.
Jakarta. PT Rineka Cipta.
Syah, muhibbin. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Arifmetal 18.blogspot.com/2009/12/pendekatan-pembelajaran.html
http://id.wikipedia.org/wiki/OSIS
http://community.um.ac.id/archive/index.php/t-75085.html